Kampung energi mandiri di TPA Puwatu Kendari belum
berhasil. Butuh uji coba dan keseriusan semua pihak.
*******.
KENDARI.SULTRANEWS.COM-Api menjilati belanga yang berdiri di atas tungku di dapur milik Rosdiana.
Asapnya memenuhi ruangan berukuran 3 x 3 meter. Dia memasukan kayu dan ranting pohon agar api
terus menyala. Sudah dua bulan ini dia terpaksa memasak menggunakan kayu bakar.
“Lihat dinding dan plafon dapurku, hitam semua terkena asap. Kalau gasnya menyala, saya tidak
mungkin pakai tungku ini,” kata
Rosdiana kepada wartawan
Suarakendari.com, Sumarlin di Kendari, Sulawesi Tenggara, pada
23 Juli 2014. Saat itu dia menanak nasi untuk makanan
berbuka puasa keluarganya yang tinggal di perumahan di dalam kompleks Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Puwatu, Kota Kendari.
Tak hanya itu, dia dan warga lain di kompleks perumahan tersebut harus
memakai lampu teplok (pelita) untuk penerangan. “Lampu dan gas hanya menyala sebentar kalau ada tamu. Jika tamu
pulang, mati semua,” kata Hasniati, warga lain, sambil tersipu malu. Walhasil, 122 rumah di kompleks itu padam listriknya.
Perumahan ini dibangun Pemerintah Kota Kendari untuk petugas Dinas
Kebersihan dan pemulung yang bekerja di tempat pengolahan sampah seluas 18
hektare itu. Sejak September tahun lalu, sampah diolah dan gas metan yang ada dalam
kandungannya dijadikan listrik dan bahan bakar untuk memasak warganya. Proyek
percontohan ini dikenal sebagai Kampung
Mandiri
Energi
Puwatu seluas 3 hektare.
Dua bulan ini, pembangkit listrik berkapasitas 40.000 watt itu rusak. Gas yang disalurkan ke rumah warga juga tidak
menyala lagi. Salah satu penyebab pada tingginya pemakaian listrik oleh warga. “Beberapa warga menghidupkan televisi dan kulkas ketika listrik menyala,” kata Ical, warga yang baru tujuh bulan ini tinggal di komplek ini.
Dampak musibah itu terasa pada naiknya pengeluaran. Ical harus mengeluarkan uang untuk membeli
gas tabung 3 kilogram, minyak tanah untuk lampu pelita dan membeli air. Sumur
bor yang dimiliki tak bisa digunakan karena tak ada daya listrik. Dia harus
beli air tower Rp 40.000 untuk kebutuhan selama seminggu. Dengan
pendapatan yang tidak menentu sebagai pemulung, Ical mulai sulit mengatasi hal itu.
Kepala Dinas
Kebersihan
Kota Kendari Tin Farida mengakui pemanfaatan gas metan di TPA Puwatu
belum maksimal. “Peralatan yang digunakan sangat sederhana karena harus merekayasa
sejumah peralatan pendukung,” katanya. Misalnya instalasi pipa, menggunakan
pipa plastik (PVC) yang potensi kerusakannya sangat besar.
Memang, jika
tidak dibarengi dengan pemahaman yang baik dari para pengguna alat tersebut tidak berumur panjang. Kendala
yang kita hadapi, katanya, warga tidak peduli. Tiap rumah mendapat jatah listrik 450 watt. “Namun
mereka menggunakan lebih dari itu, sehingga mesin jebol,” katanya.
Perjalanan TPAS Puwatu
Sejak tahun 2002 hingga 2007, pengelolaan TPA Puwatu menggunakan sistem open
dumping atau menumpuk sampah tanpa pemrosesan. Tahun 2008, keluar Undang-Undang Persampahan
Nomor 18 yang melarang
sistem tersebut. Pemerintah kota
kemudian memakai sistem
lahan urug kendali atau control landfill .
Tahun berikutnya, mereka memanfaatkan gas metan dengan pemasangan ventilasi
gas secara sederhana. Setelah beberapa kali
studi banding dan peningkatan kapasitas aparat dinas kebersihan yang
difasilitasi Kementerian Pekerjaan Umum, tahun 2011 dimulai uji coba
pemanfaatan gas metan sebagai sumber energi
terbarukan. Hasilnya
dimanfaatkan untuk kebutuhan khusus di TPA.
Tahun
2013, Dinas
Kebersihan
mendapat alokasi dana Rp 150 juta untuk
menambah kapasitas mesin pembangkit listrik dan pemasangan instalasi perpipaan
untuk kebutuhan warga di kampung mandiri energi.
Luas kawasan
TPA Puwatu 18 ha dengan topografi bukit dan lembah
serta berada pada ketinggian 300 meter dari permukaan laut. Kawasan ini terdiri
dari 3 zona, zona
A merupakan kawasan non-aktif
yang sudah ditanami tanaman penghijauan. Zona B merupakan
zona yang baru ditutup dan gasnya sedang
dimanfaatkan dan zona
C merupakan kawasan sampah aktif.
“Fasilitas
TPA yang ada sekarang terdiri dari 2 unit alat berat dozer ada D3 dan D6, ada
eksavator, kemudian ada juga mesin untuk gas metan, fasilitas kantor,” tuturnya. Berdasarkan kajian terhadap TPA Puwatu yang dilakukan
Kementerian Pekerjaan Umum, komposisi
sampah yang masuk didominasi
sampah organik sebesar 41 % dan sampah
plastik sebesar 31 %.
Sedangkan sampah
yang bernilai ekonomis seperti kertas dan logam cenderung sedikit karena diambil pemulung sebelum diangkut petugas
dinas kebersihan. Potensi gas metan TPA Puwatu berdasarkan jumlah
sampah yang masuk setiap hari, sekitar 608
meter kubik. “Potensi gasnya pada tahun 2013 diperkirakan
sekitar 593 meter kubik per jam dan
tahun 2023 diperkirakan sekitar 875
meter kubik tiap jam,” ujarnya.
Kesukesan
mengelelola TPAS Puwatu membuat Pemerintah Kota
Kendari
berhasil meraih penghargaan Adipura Kencana tahun 2014 melalui terobosan kampung
mandiri energi.
Sebelumnya Pengelolaan TPAS Puwatu tahun 2013
juga mendapat penghargaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) kategori
Komitmen Daerah dalam Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan dari Bappenas.
Cita-Cita Pemerintah
Kota Kendari
Ide
mengembangkan TPAS Puwatu cukup sederhana yakni
mengubah paradigma masyarakat bahwa sampah dari barang yang jorok menjadi sesuatu produk yang bermanfaat. Pada sisi lain, pertumbuhan kota Kendari cukup pesat lima
tahun terakhir. Pertumbuhan ini
melahirkan sejumlah masalah, salah satunya degradasi lingkungan yang disebabkan
persoalan sampah.
Wali Kota
Kendari Asrun menjelaskan ingin TPA Puwatu menjadi
sarana edukasi dan wisata. “Pemandangannya cukup bagus sehingga bisa dikembangkan
untuk itu,”
katanya Juli lalu. Pada
awalnya, mengembangkan dari sistem open dumping menjadi sistem
control landfill bukan sesuatu yang mudah hingga bisa menghasilkan gas metan.
Berbagai
uji coba dilakukan pemerintah kota melalui dinas kebersihan hingga sistem ini
bisa berjalan dengan baik. Namun masih ada kendala yakni pemukiman kumuh pemulung masih berdiri di kawasan
yang mulai tertata rapi.
Beruntung, tahun
2013, Pemerintah
Kota Kendari mendapat bantuan dari Kementerian Sosial sebesar Rp 1 miliar untuk
pemukiman kumuh. Pada lahan 1 hektar ini dibangun rumah
untuk 122 keluarga sebagai bagian dari Kampung
Mandiri
Energi.
Selain dihuni
para pemulung, komplek ini untuk petugas dinas kebersihan yang belum memiliki
rumah sendiri. Wali Kota menjelaskan,
warga yang tinggal hanya memiliki hak pinjam terhadap rumah dan lahannya,
dengan waktu penggunaan
10 tahun. Harapannya setelah masa itu mereka memiliki rumah sendiri. Setelah masa
itu, rumah dipinjamkan ke pihak lain
yang membutuhkan.
Sukses
memanfaatkan gas metan, Pemerintah Kota
Kendari mencoba menduplikasi sistem pengolahan sampah dengan kapasitas lebih
kecil di kawasan pedagang
kaki lima. Mereka membangun sumur gas untuk menangkap gas metan yang akan digunakan memasok kebutuhan listrik dan bahan bakar kompor di
kawasan pedagang kaki lima.
Jika uji coba
ini sukses pemerintah kota akan membangun TPA mini disejumlah kawasan pemukiman
padat penduduk untuk memasok energi
di pemukiman-pemukiman
warga. Pembuatan
TPA mini di pemukiman penduduk juga merupakan
salah satu strategi pengelolaan sampah untuk mengurangi jumlah sampah
yang masuk di TPAS Puwatu.
“Biaya angkutnya
bisa dikurangi, TPA-nya juga bisa berumur panjang,” katanya. Setelah gas metannya habis diambil
lagi komposnya. Jadi, ujarnya, kita balik keadaan dari sampah yang
tidak bernilai bisa menjadi pendapatan.
Strategi lain
yang dibuat pemerintah kota kendari untuk mengurangi sampah ialah menggunakan
sistem reuse atau menggunakan ulang ,
reduce atau mengurangi dan recycle atau mendaur ulang, istilah
ini biasa dikenal dengan sebutan 3 R.
Pemerintah kota
juga meyakini pengelolaan sampah mulai dari timbulan ditingkat Rumah Tangga
menggunakan sistem 3 R bisa memberikan tambahan penghasilan pada pada warga dan
mengurangi jumlah produksi sampah yang dibuang.
Pengurangan
jumlah sampah mulai dari rumah harus segera dilakukan, sambil menunggu
perubahan pola pikir warga, pemerintah kota harus memaksimalkan pengelolaan
sampah di TPA Puwatu, sehingga warga yang tinggal dikampung mandiri energy
benar-benar merasakan dampak pengelolaan sampah yang baik.
Pengelolaan gas
dari TPA merupakan salah satu langkah untuk mengurangi dampak buruk terhadap
lingkungan akibat penumpukan gas rumah kaca. Hampir 50% gas yang ditimbulkan
akibat degradasi sampah secara anaerob adalah gas metana. Selain dengan cara
dibakar, penghancuran gas metana dapat pula dilakukan dengan pembangkit listrik
berbahan bakar gas metana.
Dengan
memanfaatkan 500 m3/jam gas dari TPA maka Kota Kendari sudah menyumbang pengurangan gas rumah kaca
setara dengan 20.000 MTCO2e (metric ton carbon dioxide equivalent)
per tahun. (Sumarlin)
Blogger Comment
Facebook Comment