Koalisi LSM Nasional Protes Polres Konawe

Alat berat milik PT PBI saat melakukan ekspansi ke tanah milik masyarakat adat sambawa

KONAWE, SULTRANEWS-Tindakan Polres Konawe menahan tokoh perempuan masyarakat adat di Kabupaten Konawe, Nurjaniah Gazali alias Ibu Mimi mendapat protes keras dari koalisi LSM se Indonesia.

Setidaknya ada 7 LSM nasional yang melayangkan protes keras, diantaranya, WALHI, AMAN, HUMA, JKPP, KPA, KontraS, Sawit Watch dan kini sedang berupaya mengadvokasi kasus Ibu Mimi dan rekan-rekan aktifis Tani, Nelayan di Konawe Utara.

"Ada pola kriminalisasi sudah berubah, saat ini dari Polri pada mereka aktifis dan mengkriminalisasi tokoh masyarakat, serta para aktivis pendamping," ujar Zanji dari WALHI.


Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mendesak Kepolisian Resort Konawe, , membebaskan Ibu Mimi. Perempuan 57 tahun itu dijadikan tersangka dengan tuduhan melakukan tindak pidana yang mendatangkan bahaya bagi keamanan umum.

"Polres Konawe harus melepaskan Ibu Mimi. Menurut kami, penetapan status tersangka yang dituduhkan mengada-ada dan dipaksakan. Pasal yang disangkakan tidak ada yang membuktikan Ibu Mimi melakukan hal itu," kata Kent Yusriansyah dari Konsorsium Pembaruan Agraria, di kantor Walhi Jakarta, Selasa (16/4).

Pada 26 Maret 2013 Ibu Mimi dipanggil sebagai saksi kasus perusakan pos jaga PT Pertambangan Bumi Indonesia pada. Pada 9 April Ibu Mimi diperiksa dan langsung ditahan oleh Polres Konawe.

"Kami menduga Polres Konawe berpihak kepada PT PBI. Perusahaan yang masih melakukan eksploitasi tidak ditindak, padahal sudah ada surat pemberhentian kegiatan dari Bupati," kata Kent.

Pada 4 Januari 2013 Bupati Konawe mengeluarkan surat kepada PT PBI tentang pemberhentian sementara aktivitas usaha pertambangan dan perkebunan pada tanah yang diklaim sebagai tanah ulayat masyarakat Sambawa di Konawe Utara.

Walhi akan berkoordinasi dengan jaringan nasional untuk mengurus konflik di Konawe Utara. Walhi juga akan meminta lembaga hukum mengubah tatanan hukum terkait konflik agraria.

"Kami akan mempengaruhi lembaga-lembaga negara seperti Komnas HAM dan mendorong Badan Pertanahan Nasional membuat mekanisme penyelesaian konflik pertanahan," kata Zenzi Suhadi, Juru Kampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar Walhi.

Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Erasmus Cahyadi mengatakan, kasus Ibu Mimi merupakan protret buram proses masyarakat adat mencari keadilan. Bagi masyarakat adat, pengadilan bukan tempat yang cocok untuk mencari keadilan, karena faktanya pengadilan bisa dibeli.

"Pemerintah dan DPR juga lembaga yang tidak pro terhadap masyarakat adat. Ada banyak kebijakan yang merugikan masyarakat adat," kata Erasmus.


Ditambahkanya ada beberapa persoalan menurut temen-temen di Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) mengangap bahwa, proses kriminalisasi ini sangat sistimatis dan menjauhkan masyarakat adat, terhadap akses lahan di wilayah mereka, dalam proses penangkapan terhadap tokoh masyarakat, dengan tuduhan menggerakkan dan pengahasutan masyarakat.

"Kronologis penangkapanya pertama di panggil pihak kepolisian sebagai saksi, selanjutnya dalam proses pemeriksaan dinaikan kasusnya menjadi tersangka," ujarnya kembali.

Modus ini sama persis digunakan, di daerah lain, Padang Lawas Sumatera Utara, lantas di Sumatera Selatan, dan tentu ini menjadi salah satu bagian dari sebuah kepentingan konflik dari elit-elit mafia tanah Argraria.

Negara menjadi abai terkait kasus sengketa lahan ini, kami meminta segera bebaskan ibu Mimi, serta aktivis lain yang sedang menghadapi proses kriminalisasi oleh aparat kepolisian daerah," pungkas Zanji. (Hasrul)
Share on Google Plus

About yoshasrul

    Blogger Comment
    Facebook Comment