Oleh: Edi Purwanto*
Suasana desa yang di masa doeloe banyak dihiasi oleh suara alam seperti gemiricik air mengalir, desah angin mengayunkan pucuk-pucuk pepohonan, suara satwa liar bersautan atau kicauan burung, kini telah banyak berubah.
Yang sering terdengar di perdesaan justru raungan ‘chain-saw’ (gergaji mesin) dan gemersak pohon tumbang. Chain-saw telah menjadi senjata ampuh pemusnah hutan. Kondisi serupa juga terjadi di wilayah pesisir, desa-desa pesisir yang dulu berbenteng hutan mangrove kini banyak yang menjadi ‘telanjang’, merana, lautnya menjadi kotor dan pesisirnya tergerus oleh abrasi pantai.
Desa-desa yang beberapa puluh tahun lalu masih diselimuti kehijauan kini berubah menjadi gundul, tandus dan gersang. Budaya pelestarian hutan yang dulu melekat di masyarakat kini telah menjadi usang dan banyak ditinggalkan. Sebailknya budaya komersialisme dan pragmatisme terus menyerbu tanpa ampun ke seluruh pelosok desa. Begitu kuatnya godaan dan hantaman pragmatisme, di banyak desa kini hampir tidak tersisa lagi kekuatan yang mampu menahan arus perusakan alam.
Kondisi ini dalam beberapa tahun belakangan diperparah oleh kelangkaan dan tingginya harga BBM yang telah membuat masyarakat perdesaan kembali menggantungkan kebutuhan sumber energinya ke hutan pegunungan maupun hutan pantai.
Hal ini membuat eksploitasi hutan semakin tidak terkendali. Dampak yang kini sering dirasakan oleh masyarakat adalah mengeringnya sumber-sumber mata air, perubahan iklim mikro (desa yang doeloenya sejuk menjadi panas dan cenderung semakin panas), tanah-tanah semakin tandus karena tingginya laju erosi, banjir dan tanah longsor dan sebagainya.
Sebagian besar masyarakat bukannya tidak sadar terhadap apa yang terjadi, mereka banyak yang telah sadar. Sayangnya kebanyakan hanya bisa mengenang, namun merasa kurang memiliki kekuatan untuk berbuat.
Kelestarian alam adalah sebuah keniscayaan bagi kelestarian pembangunan. Pembangunan lestari (sustainable development) adalah pembangunan yang mengutamakan kelestarian lingkungan. Kelestarian Lingkungan (ekologi) adalah prakondisi utama bagi terjaminya pertumbuhan ekonomi secara menerus.
Pembangunan ekonomi yang dilakukan dengan merusak ekologi (lingkungan) memberikan kemajuan dan kenikmatan semu (palsu). Masyarakat akan membayar dengan jumlah berlipat dari setiap kenikmatan yang diterima saat ini sebagai hasil perusakan alam.
Kerugian itu semakin berlipat lagi manakala penerima manfaat terbesar dari hasil perusakan alam adalah masyarakat luar. Mereka yang melakukan perusakan tidak perlu membayar kerusakannya nanti, tetapi bisa jadi esok lusa. Sayangnya mereka yang tidak melakukan kerusakan juga ikut menjadi korban dari perusak lingkungan.
LSM Operation Wallacea Trust (OWT) sejak Januari 2008 menerima amanah Bank Dunia untuk memfasilitasi kegiatan penyadaran dan pelatihan Lingkungan dalam Pilot Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Lingkungan Mandiri Perdesaan (PNPM-LMP/Green-PNPM) di Provinsi Sulawesi Tenggara. Pilot PNPM-LMP dilaksanakan di Kabupaten Buton (Kecamatan Mawasangka, Sampolawa dan Pasarwajo), Muna (Kecamatan Tongkuno, Lawa dan Napabalano) dan Kolaka (Kecamatan Ladongi, Baula dan Watubanggga).
Pilot PNPM-LMP adalah salah satu pilot di bawah PNPM-Mandiri Perdesaan (PNPM-MP). Perbedaannya dengan PNPM-MP terletak pada jenis usulan masyarakat, yaitu dari usulan yang bersifat ‘open-menu’ menjadi perbaikan lingkungan desa. Untuk merubah pola usulan masyarakat menuju kegiatan perbaikan lingkungan diperlukan kegiatan penyadaran dan pelatihan lingkungan, peran inilah yang diambil oleh OWT.
Dalam melakukan penyadaran, selain dilakukan melalui penyuluhan dan pelatihan konvensional, OWT menginisiasi dan memfasilitasi masyarakat untuk membangun model percontohan (demonstration plot) perbaikan lingkungan. Inisiasi dan fasilitasi pembangunan demplot ini diharapkan mampu menginspirasi masyarakat yang nantinya bisa diilihat dari perubahan usulan masyarakat dalam pengajuan dana Block Grant.
Salah satu indikator keberhasilan PNPM-LMP adalah lahirnya usulan-usulan masyarakat yang bersifat memperbaiki lingkungan. Dalam melaksanakan penyadaran dan pelatihan lingkungan, visi OWT adalah membangun desa ‘Menuju Desa Lestari Mandiri Energi’. Berikut disampaikan beberapa kegiatan yang telah dilakukan.
Menuju Desa Lestari
Alam tropis di Indonesia memiliki kekayaan yang luar biasa, tetapi sekaligus mudah rusak dan sangat peka terhadap gangguan/perusakan. Diperlukan usaha (investasi) besar dan waktu yang lama (puluhan tahun) untuk memulihkan kerusakan alam.
Usaha perbaikan lingkungan sebagus apapun, pada dasarnya tidak mampu mengembalikan ke kondisi semula (sebelum terjadinya kerusakan), yang bisa dilakukan hanya meminimasi dampak kerusakan. Alam yang telah rusak tidak bisa kembali seperti semula. Dengan demikian melakukan perlindungan dan pelestarian lingkungan adalah lebih baik daripada melakukan rehabilitasi (perbaikan), walaupun kegiatan rehabilitasi tentunya lebih baik daripada pembiaran atau memperparah kerusakan.
Nenek moyang kita dulu begitu arif menyikapi kondisi alam kita yang rentan ini. Desa-desa tempoe-doeloe memiliki kelembagaan adat yang berperan melindungi sumber-daya alam desa. Masyarakat Buton memiliki Hutan Kaombo, yaitu hutan Lindung Desa.
Saat ini, Hutan Kaombo masih bisa ditemukan di Desa Wakaokili, Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton. Desa ini memiliki hutan adat seluas 120 Ha yang masih terjaga dengan baik. Penebangan Hutan Kaombo secara terbatas bisa dilakukan dengan seijin Parabela (Ketua Adat) untuk keperluan membuat rumah dan fasilitas desa, mereka yang dengan sengaja menebang Hutan Kaombo akan mendapat sanksi adat. Aturan ini masih dijunjung tinggi oleh masyarakat Desa Wakaokili. Sayangnya aturan semacam ini di desa-desa lain telah banyak ditinggalkan. Beberapa tahun terakhir telah banyak terjadi penebangan hutan-hutan adat dengan mengatasnamakan penebangan hutan rakyat.
Memperhatikan hal tersebut, OWT menginisiasi dan memfasilitasi dilakukannya kegiatan Identifikasi dan penetapan Kawasan Perlindungan Desa (KPD). Kegiatan ini dimulai di Kecamatan Pasarwajo dan akan dikuti oleh kecamatan lain. Penetapan KPD perlu dilakukan untuk menyelamatkan kawasan hutan yang kini masih tersisa untuk segera ditetapkan menjadi KPD.
Memperhatikan beragamnya kepentingan di tingkat desa, jalan menuju KPD bukanlah jalan yang mudah, karena itu OWT bersama Kader Lingkungan Desa terus melakukan kampanye pelestarian hutan dan mendorong penetapan Peraturan Desa (Perdes) Kawasan Perlindungan Desa.
Memperhatikan semakin menipisnya kerimbunan desa, OWT memfasilitasi gerakan pembangunan ‘Persemaian Desa’ dan gerakan penanaman pohon. Sebagian besar pohon yang dibuatkan pembibitanya adalah pohon-pohon yang memiliki manfaat serba guna (multi-purpose tree species), seperti Pohon Pala, Kemiri, Asam Jawa, Mahoni, Sengon, Jeruk dan sebagainya.
Gerakan pembangunan Persemaian Desa dan penanaman ini telah dilakukan di seluruh kecamatan lokasi PNPM-LMP. Untuk memberikan insentif masyarakat dalam melestarikan hutan, OWT memfasilitasi budidaya lebah madu di Kecamatan Ladongi, Watubangga, Baula dan Napabalano. Untuk mempertahankan kesuburan tanah lahan marginal di Buton, OWT memperkenalkan teknologi pembuatan pupuk organik di Kecamatan Pasarwajo, Sampolawa, Ladongi, Baula dan Watubangga.
OWT memfasilitasi pembuatan berbagai kesepakatan perbaikan lingkungan di tingkat kecamatan, seperti Kesepakatan KPD di Pasarwajo, Kesepakatan Penanaman Gamal untuk Perlindungan Tebing Sungai di Sampolawa, Kesepakatan Penanaman Mangrove di Kecamatan Mawasangka.
Fasilitasi kesepakatan penanaman mangrove ini kemudian telah diikuti oleh gerakan penanaman mangrove dengan biaya Block Grant di Kecamatan Mawasangka yang kemudian juga diikuti oleh Kecamatan Napabalano. Untuk mempertahankan kelestarian mangrove dalam jangka panjang OWT memandang perlu fasilitasi kegiatan ekonomi produktif di hutan mangrove, untuk itu OWT telah merevitalisasi budidaya kepiting bakau di Kecamatan Mawasangka.
Desa lestari adalah desa yang dapat mempertahankan kebersihan desanya secara produktif. Banyak desa yang dulu bersih, sekarang menjadi kotor, berbau tak sedap. Saluran drainasenya banyak yang macet karena menjadi timbunan sampah. Kebersihan sering diartikan hanya dengan membuang sampah, tanpa memikirkan dampak dari hasil buangan sampah.
Kebersihan harus dimulai dari setiap rumah tangga dengan cara memilah (sampah organik dan non-organik), kemudian memanfaatkan sampah organik menjadi kompos, sampah non-organik didaur ulang. Dengan demikian selain meminimasi buangan sampah juga memanfaatkan sampah secara produktif. Memperhatikan hal tersebut, OWT telah mulai memfasilitasi gerakan memilah dan mengolah sampah di Kecamatan Mawasangka dan Pasarwajo.
Menuju Desa Mandiri Energi dan Ekonomi
Yang dimaksud desa mandiri energi di sini adalah desa yang berupaya memenuhi kebutuhan energinya dari sumberdaya terbarukan. OWT telah menginisiasi aplikasi berbagai teknologi tepat guna berbiaya murah yang dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri.
OWT telah memperkenalkan penggunaan teknologi biogas yang bersumber dari kotoran ternak dengan reaktor plastik berbiaya murah di Kecamatan Ladongi, Baula, Pasarwajo dan Watubangga. Pembuatan arang briket tempurung kelapa di Kecamatan Watubangga. Kemudian pengunaan tungku hemat kayu bakar di Kecamatan Sampolawa dan Mawasangka, penggunaan kompor jarak di Kecamatan Mawasangka.
Kedepan OWT berharap seluruh kegiatan fasilitasi ini akan menginspirasi dan menstimulasi masyarakat untuk melakukan gerakan perbaikan lingkungan secara mandiri.
Prasarat penting menuju kesana adalah bahwa inisiasi perbaikan lingkungan tersebut mampu memberikan dampak peningkatan ekonomi secara cepat bagi masyarakat. Berbagai produk seperti pupuk organik, tungku hemat kayu bakar, arang briket, bibit tanaman (bibit jeruk, bibit pohon), kepiting bakau, Virgin Coconut Oil (VCO) akan difasilitasi pengembangan pasarnya, mulai dari pasar lokal yaitu dengan membangun ‘Warung Lingkungan’ di berbagai tempat strategis, hingga pemasaran di tingkat regional dan nasional.
Gerakan lingkungan kedepan harus semakin banyak didominasi oleh kegiatan ekonomi produktif masyarakat yang berwawasan lingkungan. Dengan demikian ada dua manfaat yang dapat diperoleh masyarakat secara langsung yaitu keuntungan ekonomi dan ekologi secara seimbang. Dengan demikian Visi OWT kedepan dalam membangun desa memang tidak hanya berhenti “Menuju Desa Lestari Mandiri Energi’, tetapi juga ‘Menuju Desa Lestari Mandiri Energi dan Ekonomi’ !
* Direktur Operation Wallacea Trust
Blogger Comment
Facebook Comment