Kisah Di Balik Bencana Banjir Laeya (1)


Kondisi Desa Laeya seperti dilanda tsunami. Sebagian besar rumah yang terbuat dari kayu hilang tak berbekas. Rumah milik warga bernama Dadang misalnya hanya tersisa kamar mandi, dengan bangunan rumahnya hancur dihantam banjir. foto: Yoshasrul/Sultranews.com

Duka Tiba Menjelang Sahur

Laporan: Muhammad Hasrul

Pertengahan Juli 2013 air benar-benar tumpah dari langit membasahi tanah Konawe Selatan. Jutaan butir air ini memenuhi jalanan, sungai-sungai dan semua ruang kosong. 

Dari dalam rumah yang sederhana,  Mursalim (47 tahun) nampak gelisah. Pria berpostur sedang ini lalulalang tak karuan. Sesekali wajahnya tertuju  ke halaman rumah.   Ia mencoba mengulurkan tangan ke luar jendela rumahnya, mencoba meraih  air hujan yang dingin. "Hujan kian  deras saja,"ujarnya dalam hati. Ia tak lagi bisa menengadah wajah ke langit karena di luar langit hitam pekat.

Mursalim adalah orang terpandang di desanya. Ia dipercaya menjabat sebagai kepala desa untuk masa waktu delapan tahun. Kediamannya berada di dusun dua, sekitar dua ratus  meter dari bibir sungai.  

Malam kian larut. Kegelisahannya kian nyata. Matanya tajam menatap jam dinding rumahnya. Jarum jam tepat di angka sebelas lewat empat puluh menit. 
Rumah warga yang rusak diterjang banjir.foto:yos/sultranews.com
 Apa yang dikuatirkan Mursalim akhirnya terjawab. Debit air sungai mulai naik. Awalnya hanya semata kaki, setengah jam kemudian  air sudah mencapai lutut. Air semakin meninggi menjelang sahur tiba. 

Mursalim sigap, segera Ia membangunkan isteri dan tiga anaknya yang terlelap. Berbekal   beberapa barang berharga Mursalim berjalan menuntun keluarga kecilnya. Menyusuri jalan yang telah terendam. 

Tak hanya Mursalim, di jalan sudah dipenuhi warga yang juga tengah berjuang melewati air. Ia mendengar teriakan ibu dan tangis anak-anak. "Saya mencoba menolong tapi apa daya, saya juga harus menyelamatkan isteri dan anak-anak saya,"kenang Mursalim. Mereka berjuang melewati arus demi mencapai Balai Desa yang jaraknya satu kilo meter dan lokasinya lebih tinggi. Beberapa warga tiba dengan selamat dalam kondisi basah kuyup. 

Setelah yakin keluarganya selamat Mursalim kembali ke lokasi banjir. Sayang menjelang sahur air sudah mencapai dua meter. Tentu naas bagi sebagian warga, arus yang deras membuat sebagian warga  terpaksa memanjat di pohon dan sebagian lagi bertahan di atap-atap rumah.  Di detik-detik yang genting itu beberapa pemuda memanjat tiang listrik dan  meraih kabel lalu menariknya hingga ke tanah. Lewat  kabel listrik warga terutama para ibu dan anak-anak berjuang melewati desarnya air. "Beruntung listrik saat itu tengah padam, kalau saja menyala  pasti banyak korban tewas tersengat listrik,"kenang Mursalim.

Laeya memang kerap menjadi langganan banjir. Warga seolah sudah terbiasa dan mengantisapsinya dengan membuat sampan.  "Setiap tahun saat hujan mengguyur banjir pasti merendam desa, khususnya di empat dusun,"kata sang kades . Namun banjir kali ini benar-benar yang paling dasyat.   Saat itu perahu yang dibuat menjadi tumpangan bersama. Muatannya sesak ditumpangi warga. Saat melewati banjir  perahu oleng dan terbalik dihempas derasnya air. Beberapa anak terlepas dari genggaman orang tua mereka dan hanyut dibawa arus. 

Kontan saja membuat panik orang tua, beberapa pemuda nekat   terjun ke air menolong anak-anak malang itu. Alhasil, 13 orang anak berusia tujuh tahun ditemukan dalam kondisi kritis setelah meminum banyak air. Demi menyelamatkan nyawa bocah-bocah itu, beberapa orang tua mengangkat tubuh para bocah dan diletakkan dengan  posisi kepala ke bawah dan kaki berada di atas, agar air keluar melalui mulut. 

"Alhamdulillah semua anak itu selamat,"ucap Mursalim. Anak-anak yang selamat itu kemudian diikat di pohon yang tinggi menggunakan tali seadanya sambil menunggu air surut.   

Sebetulnya tak hanya air bah yang membuat warga ketakutan, namun yang tak kalah menakutkan lagi yakni bahaya lain berupa binatang buas, buaya. Hewan ganas penguasa sungai  ini memang sejak lama telah menghuni sungai laeya. Bahkan beberapa warga sempat melihat hewan buas ini melintas terbawa banjir.  Beruntung tak ada korban jiwa di musibah kali ini.

Desa Laeya memang cukup luas. Panjang  desa mencapai 3 KM. Merupakan daerah yang berada persis dimuara sungai laeya. Sungai laeya sendiri merupakan limpahan dari beberapa sungai di Konawe Selatan seperti Sungai Onembute yang berhulu di wilayah Kecamatan Palangga dan sungai yang berhulu di Kecamatan Wolasi, sehingga saat musim hujan desa, banjir kerap menyapa warga merendam separuh desa ini. Memutus akses jalan selama beberapa hari. 

Empat dusun di Desa Laeya dan satu didusun di Desa Ambesea boleh dikata daerah yang paling parah dihantam banjir, terdapat 40 buah rumah hancur porak poranda. Kawasan ini seperti dihantam tsunami. Sebagian rumah yang terbuat dari kayu hilang tak berbekas. Air bah bahkan menghancurkan hingga pondasi rumah.  Rumah milik warga bernama Dadang (35 tahun) misalnya, yang tersisa tinggal kamar mandi yang berdiri utuh. Bahkan ada rumah yang posisinya berpindah akibat hanyut dan kini berdiri persis di tengah jalan. Rumah berbahan kayu itu kini menghalangi arus lalulintas. Selain rumah, warga juga kehilangan ratusan hewan ternak seperti sapi, ribuan ayam dan beberapa ekor kerbau. Termasuk pula kehilangan hasil panen padi.  (Bersambung) 


Share on Google Plus

About yoshasrul

    Blogger Comment
    Facebook Comment