Aktivitas industri kayu milik PT KJL di Konawe Selatan. |
Pagi sekali Muis usai menyeruput kopi racikan istrinya, ia pun pamit dan langsung bergegas menuju sebuah pabrik industri kayu yang terletak di sebuah kebun jati di Ambalodangge, Kecamatan Laeya Kabupeten Konawe Selatan.
Di pabrik industri pengelohan kayu telah menunggu sejumlah karyawan lainnya siap memulai aktivitas seperti biasanya. Mereka memulai aktivitas dari jam 8 pagi hingga jam 5 sore. Muis bertindak sebagai koordinator operator mesin Bandsaw 42 (mesin gergaji) yang juga dibantu oleh Armand, Lukman dan Lendo sebagai pembantu operator. Tim Bandsaw 42 hanya merupakan satu bagian dari sejumlah tahapan proses pengolahan industri kayu jati yang dimiliki PT Konsel Jaya Lestari (KJL) yang merupakan unit usaha dimiliki Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL).
Mesin Bandsaw 42 yang memiliki lingkaran roda 42 inci ini bertugas membela kayu gelondongan sebelum diproses di mesin Bandsaw 36. Bandsaw ini digerakan oleh satu mesin desel 4 silender dengan kapasitas (bbm) pemakaian solar 35 liter perhari dengan hasil produksi kurang lebih 15 kubik perhari untuk kayu log atau gelondongan. Mesin ini juga dilengkapi dengan peralatan tambahan berupa kereta yang memiliki ukuran panjang 3 meter dan lebar 150 cm.
Proses pembelahan kayu itu tak berhenti di situ. Tapi masih ada diproses lanjutan lagi yang ditangani oleh tim Bandsaw 36. Mesin Bandsaw 36 yang ditangani oleh Edward dan dibantu oleh seorang pembantu operator ini berfungsi meracik kayu belahan dari Bandsaw 42 menjadi bentuk setengah jadi atau racikan awal. Mesin ini digerakan oleh tenaga diesel 24 HP (Horse Power) dengan pemakian BBM 8 liter perhari.
Nah setelah diproses di Bandsaw 42, hasilnya akan diproses lagi di Cross Cut atau mesin potong yang ukurannya disesuaikan dengan order atau permintaan dari bayer. Namun biasanya ukuran kayu log yang diproduksi industri pengolahan kayu PT KJL berukuran panjang 20 cm hingga 2 meter sesuai permintaan bayer. Mesin potong ini digerakan oleh mesin tenaga penggerak 3 HP
Selanjutnya potongan-potongan kayu log dibawah di ruang packing. Di ruang packing ini akan terjadi dua proses lagi. Pertama, grade kualiatas dan ukuran disesuaikan dengan orde pabrik yang mau membeli kayu log ukuran 20 cm hingga 2 meter. Kedua, pengepakan atau potongan-potongan ploring diikat perdua buluh batang atau satu 1 ikatan terdiri atas 20 batang floring. Floring itu akan dipakai sebagai bahan baku untuk lantai, perekat lantai dinding, dan papan untuk furniture.
Proses berikutnya adalah, floring yang sudah diikat selanjutnya distempel kualitas kontrol KHJL disetiap ujung floring, yang berguna untuk mengetahui asal muasal kayu. Setelah distempel selanjutnya dilakukan kubikasi atau perhitungan volume, ini adalah proses akhir sebelum dilakukan pengiriman. Keseluruhan proses ini bertempat di sebuah bangunan kayu berbentuk letter L yang beratap seng dengan panjang bangunan 30 meter dan lebar 25 meter.
Pabrik pengolahan kayu jati milik KJL ini berdiri di atas tanah kurang lebih 1 hektar. Pabrik pengolahan kayu ini juga dilengkapi mesin asah 3 unit yang berfungsi memperbaiki kembali pita gergaji yang rusak. Pabrik ini memperkerjakan 14 karyawan mulai tenaga produksi, administrasi dan juru masak. Sementara pasokan kayu mereka olah di pabrik tersebut berasal dari hutan jati tanah milik anggota KHJL yang sudah mendapatkan sertifikasi ekolabel internasional Forest Stewardship Council (FSC).
Menurut Koordinator Produksi, T Sumantri, dalam sebulan pihaknya bisa memproduksi 1 hingga 2 kontainer, tergantung permintaan bayer atau pembeli.”Biasanya kami mengirim floring mengirim 1 atau 2 kontainer perbulan,”ungkapnya. Satu kontainer floring, itu setara dengan 16 atau 17 kubik.
Rute pengiriman kayu olahan milik KJL yaitu Konawe Selatan- Pelabuhan Kendari- Tanjung Perak, Subaraya. “Pembeli kayu selama ini berasal dari Jawa Timur dan Bali. Di sana nanti akan diolah kembali, sebelum diekspor ke Eropa dan Asia,”ungkap mantan karyawan Perhutani Pengolahan Kayu Jati Cepu Jawa Tengah ini. Sejauh ini KJL sudah melakukan tiga kali pengiriman sebanyak tiga container ke Surabaya, sejak Juli 2011. Dengan nilai total penjual Rp 264 juta dari tiga kontainer.
Pendirian industri pabrik kayu ini membutuhkan waktu yang cukup panjang. Industri pabrik kayu jati ini yang merupakan bagian usaha dari KHJL mulai digagas sejak tahun 2006. Tetapi baru terealisir tahun 2010. Sementara ijin operasi industri dari Gubernur Sulawesi Tenggara keluar tahun 2011.
Industri pengelolahan kayu ini awalnya akan dikelola langsung oleh KHJL. Tapi dalam perjalanannya, mereka diperhadapkan pada sulitnya mendapatkan modal dari perbankan. Menurut Direktur KJL, untuk mendirikan suatu industri pabrik kayu jati, butuh investasi yang sangat besar, bisa mencapai lebih 4 milyar rupiah. Sementara KHJL sendiri tidak memiliki kemampuan untuk membiayai rencana tersebut. “Sehingga kami berinisiatif membangun industri dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) yang kami namakan PT KJL, guna memudahkan masuknya investasi dari pihak-pihak lain,”kata Abdul Rahman, Direktur KJL.
Jadi untuk memperpecat proses pembangunan industri tersebut lanjut Rahman, pihaknya sempat mengajukan permohonan pinjaman di salah satu bank di Kendari, tapi ditolak. Penolakan itu tak membuat pengurus KHJL patah semangat, mereka pun mencoba menggandeng dua LSM Lingkungan yaitu Jaringan untuk Hutan (JAUH), Sulawesi Tenggara dan Telapak Bogor untuk menanamkan investasinya di industri pabrik pengelohan kayu itu.
Dengan persentase saham 60 persen KHJL, 25 persen JAUH dan 15 persen Telapak."Dana awal sebagai investasi bersama terkumpul Rp 540 juta, dana ini dipakai untuk membangun gedung produksi dan membeli mesin serta peralatan. Hingga saat ini industri PT KJL telah menghabiskan anggaran untuk pembangunannya kurang lebih 1, 2 milyar rupiah termasuk pembelian bahan baku dan biaya operasional industri,"jelasnya.
Dasar industri ini didirikan adalah untuk mengelola sisa hasil tebangan kayu yang ada di anggota KHJL bernilai ekonomis, namun tidak masuk kategori standar pembelian yang diinginkan oleh bayer, tapi masih bisa diolah dalam bentuk RST (Rough Sawn Timber) dimana harganya jauh lebih tinggi dari kayu log, bisa mencapai Rp 11.500.000 permeter kubik, sedangkan kayu log di pasaran nasional hanya laku Rp 6 juta permeter kubik. ”Potensi limbah jati ini berlimpah disetiap lahan anggota KHJL yang mendapat jatah tebangan tahunan. Disisi lain potensi ini bisa dimanfaatkan dalam bentuk mebel dan handycraft,”kata Deputy Direktur JAUH, Laode Mangki,
Pendirian industri kayu ini merupakan inovasi baru KHJL dalam pengelolaan hasil hutan kayu, sekaligus menjawab kegelisahan anggota KHJL untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.”Selama ini anggota KHJL hanya berharap pendapatan mereka dari penjual kayu yang dibeli KHJL dalam bentuk log. Dengan adanya industri diharapkan hasil produksi industri bisa menjadi tambahan pendapatan bagi anggota KHJL,"jelasnya.
Mangki juga mengungkapkan, krisis ekonomi global yang kini dialami oleh Eropa dan Amerika Serikat memberi pengaruh yang signifikan terhadap permintaan kayu yang diproduksi KJL.”Bahkan sudah dua bulan ini, KJL tidak melakukan pengiriman kayu log square ke Surabaya karena bayer Eropa dan Amerika juga dalam beberapa bulan terakhir ini juga menghentikan permintaan,sebagian dampak dari krisi ekonomi global,”ungkapnya. KJL berharap kelesuan pasar global ini bisa segera pulih dan pasar kayu dunia menjadi normal kembali. "Kami juga berharap pemerintah untuk membantu menciptakan pasar nasional,"tambahnya.
Hal yang menggembirakan dan menjadi peluang bagi KHJL menurut Mangki, saat ini KHJL mendapatkan dukungan pendanaan untuk pengadaan alat pertukangan mebel dan souvenir dari British Council. Yang direncanakan akan dikucurkan pada Oktober tahun ini. "Dukungan itu muncul atas dasar usulan KHJL dan LSM pendamping (JAUH) di British Council terkait pemanfaatan sisa tebangan dan limbah industri PT KJL yang cukup banyak,”kata Mangki.
Dengan pola pengolahan hutan lestari yang didukung pembangunan industri ramah lingkungan bersertifikasi ekolabel internasional Forest Stewardship Council (FSC) bisa contoh menarik bagi pihak lainnya dalam pengelolan hutan lestari. (Marwan Azis)
Blogger Comment
Facebook Comment