![]() |
Perdagangan penyu di wilayah Sulawesi Tenggara. Foto: EKO/ Fellowship AJI Kendari 2015 |
Sayangnya, saat terjaring aparat, pemilik penyu yang berinial PA
berhasil melarikan diri.
“Saat petugas mengamankan barang bukti di lokasi para pelaku
melarikan diri. Sementara pemilik hewan lindung ini telah di ketahui
identitasnya dan kini dalam pengejaran aparat kepolisian,”kata Agung
Sabar.
“Puluhan penyu raksasa ini disita petugas
antaran melanggar undang-undang perlindungan satwa nomor 5 tahun
1990,”tegas Kapolda Sulawesi Tenggara, Brigadir Jenderal Polisi Agung
Sabar Santoso.
Penyelundupan penyu berjenis ridel dan pipih setelah petugas polisi
bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan patroli perbatasan
di perairan antar Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah.
Jalur
perbatasan perairan laut ini sejak lama dikenal sebagai jalur paling
sering terjadi kegiatan ilegal fishing termasuk penyelundupan penyu yang
merupakan hewan di lindungi tersebut.
Dalam laporan Lembaga kampanye perlindungan satwa Profauna
Indonesia, sebagaimana dalam laporan investigasi jurnalis Eko Ardiyanto (pemenang
fellowship AJI Kendari) mencatat pada tahun 2005, sekitar 1115 ekor penyu hijau (Chelonia mydas) ditangkap di Sulawesi Tenggara untuk diperdagangkan di Bali.
Dari enam lokasi yang dikenal sebagai daerah penangkap penyu, salah satu
daerahnya ada di wilayah Kecamatan Soropia.
![]() |
Pembantantaian Penyu Hijau. foto: EKO/Fellowship AJI Kendari |
Salah satu
anggota Profauna Indonesia, Imanche Al Rachman mengatakan angka tersebut
didasarkan dari hasil investigasi di Bali. “Tim Profauna Indonesia bersama
petugas BKSDA menggrebek perdagangan penyu di Tanjung Benoa pada tahun 2005.
Dari pengembangan kasus tersebut, kapal-kapal pemasok penyu berasal dari
Indonesia Timur salah satunya kawasan Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe,”
papar Imanche.
Kini, penangkapan
dan perdagangan penyu di Kecamatan Soropia masih terjadi meski dalam jumlah
sedikit. “Perdagangan penyu secara besar-besaran ke Bali hilang setelah dua
orang pedagang penyu diamankan petugas BKSDA Sultra pada bulan Maret 2007 dan
keduanya divonis hukuman penjara,” ungkapnya. Ia juga menambahkan, mitos menyesatkan
tentang efek kesehatan setelah menkonsumsi daging penyu menjadi penyebab utama
penangkapan dan perdagangan oleh nelayan Bajo.
“Saat ini menkonsumsi daging penyu sudah
menjadi tren, tidak hanya pada acara hajatan masyarakat Bajo, tetapi juga
dikonsumsi anak muda di Kota Kendari saat menggelar pesta miras menghabiksan
waktu malam Minggunya,” kata Imanche.
Saat berbicara
pencegahan ekspolitasi penyu, penegakan hukum secara serius menjadi alat
efisien untuk melindungi populasi penyu. Tidak hanya tindakan terhadap para
nelayan penangkap tetapi juga tindakan terhadap masyarakat yang mengkonsumsi
daging penyu.
“Semua harus berkolaborasi dalam hal ini, Non Goverment Organitation (NGO),
pemerintah daerah, aparat kepolisian, petugas BKSDA, dan media untuk melakukan
kampanye secara rutin serta menindak tegas para penangkap dan pengkonsumsi
penyu,” tegas Imanche.
Dalam
pandangannya, sangat penting mengembalikan budaya terdahulu masyarakat Bajo
terkait tradisi menjaga kelangsungan hidup penyu.
“Tokoh masyarakat bisa
mengembalikan tradisi terdahulu suku Bajo, menggunakan penyu sebagai sarana
pengobatan atau menemukan titik tangkapan ikan melalui penyu. Dengan tradisi
itu dapat merubah pola pikir dan kesadaran untuk tetap menjaga kelestarian
penyu, serta secara langsung memutus mata rantai perdagangan penyu hingga ke
masyarakat perkotaan,” tukasnya. (YOS/EKO)
Blogger Comment
Facebook Comment