Bawaslu Sultra Dibajak



Proses seleksi panwaslu dalam penyelenggaraan pemilu merupakan salah satu unsur penting dalam mata rantai kepemiluan di indonesia. Salah satu indikator pemilihan umum yang profesional, bersih dan berintegritas adalah dengan melihat sejauh mana proses pembentukan panwaslu kab/kota diselenggarakan. Untuk itu menjadi penting selection process ini dilakukan sesuai dengan prinsip dan azas pemilu itu sendiri (transparan, profesional, partisipatif, dsb). Sehingga kualitas lembaga dapat menjaga khiitah kejuangannya sebagai penjaga pemilu dan benar-benar melahirkan komisioner non-partisan dan profesional.
Setidaknya ada delapan (8) kabupaten yang akan menghelat kontestasi lokal di tahun 2015 mendatang. Yakni konawe selatan, kolaka timur, konawe kepulauan, muna, buton utara, muna barat, buton tengah, dan buton selatan. Kedelapan daerah tersebut saat ini sedang dalam proses perekrutan calon anggota panitia pengawas pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Namun, sebelum melangkah ke persoalan seleksi panwaslu. Puspaham ingin mengingatkan kembali kepada publik khususnya bawaslu sultra bahwa dengan bentuk apatisme yang sedang dipertontonkan dikhalayak ramai ini, semakin menggambarkan ‘taring’ bawaslu sultra kini mulai habis dan terkikis. Cuma ada dua (2) kemungkinan, pertama karena sudah tidak cakap lagi, dan kedua karena sedang “dibajak”.
Dalam catatan puspaham, telah terjadi indikasi pengingkaran yang dilakukan oleh bawaslu sultra. Berikut rinciannya:
1. Dalam pasal 2 perbawaslu nomor.10 tahun 2012 menyebutkan “pembentukan anggota panwaslu kabupaten dilakukan dengan berpedoman pada prinsip mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, profesionalitas, akuntabilitas, partisipatif, efisiensi dan efektivitas. Akan tetapi pada kenyataannya, proses untuk menyeleksi para calon tim seleksi panwas sebagai satu kesatuan rekruitmen dilakukan dengan tidak terbuka, tidak jujur, dan tidak partisipatif. Sebab, proses penyeleksiannya hanya dilakukan via telepon dan verifikasinya berdasarkan curiculum vitae (cv) dan proses verifikasi tersebut dilakukan dengan cara tertutup pula. Jadi, modusnya bawaslu sultra me-silent proses rekruitmen timsel.
2. Tidak ada pengumuman sebelumnya di media lokal perihal proses perekrutan tim seleksi. Tiba-tiba saja pihak bawaslu sultra mengumumkan tim seleksi terpilih untuk delapan kabupaten, sehingga publik dikagetkan dengan keputusan bawaslu sultra tersebut. Ini menjadi aneh sebab tidak ada konfirmasi sebelumnya oleh bawaslu sultra kepada masyarakat. Idealnya, semua tahapan seleksi pengawas Pemilu, dari proses rekruitmen panitia seleksi sampai nantinya pelantikan pengawas terpilih akan dilakukan secara transparan, dan masyarakat bisa memberikan masukan-masukan kepada Bawaslu sultra ataupun tim seleksi. Faktanya, bawaslu sultra tidak pernah sekalipun membuka kran informasi dan ruang komunikasi kepada publik soal pembentukan timsel. Bagaimana mungkin bisa menghadirkan para timsel yang independen dan profesional kalau proses perekrutannya saja sudah tidak jujur.
3. Tidak partisipatif. Oleh karena sikap bawaslu sultra yang terkesan menutup-nutupi proses diatas. Sehingga partisipasi publik baik dalam rangka ikut mendaftar sebagai tim seleksi maupun untuk memantau proses perekrutan tim seleksi menjadi hilang dan memang sengaja dihilangkan. Rakyat sama sekali tidak tahu-menahu soal kredibilitas dan integritas seleksi tersebut termasuk orang-orang yang terpilih (timsel). Dan ini jelas bentuk ketidakadilan bawaslu sultra, hal ini tentu bertolak belakang dengan prinsip pemilu.
4. Tracking Rekam jejak. Orang-orang yang terpilih menjadi tim seleksi diatas terdapat beberapa yang memiliki catatan buruk dibidang kepemiluan. Namun, pihak bawaslu sultra juga tidak pernah menindaklanjuti hasil tracking puspaham. Ketidakjelasan sikap atau bentuk apatisme tersebut semakin menegaskan memang ada yang salah dalam prosesnya.
5. Oleh karena proses pembentukan timsel merupakan domain kewenangan bawaslu sultra. Sesuai dengan ketentuan pasal 76 huruh (a) undang-undang nomor 15 tahun 2011 yang mengatakan “bawaslu provinsi berkewajiban bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya”, maka apa yang dihadirkan bawaslu sultra saat ini jelas melanggar ketentuan tersebut. Dan untuk itu produk timsel tersebut harus dieliminasi.
Berangkat dari fakta diatas, puspaham berkeyakinan kuat bahwa saat ini bawaslu sultra dalam posisi tidak aman alias sedang “dibajak” oleh beberapa kepentingan luar. Dugaan ini patut diyakini kebenarannya sebab hingga detik ini tidak ada itikad baik komisioner bawaslu sultra untuk memperbaiki keadaan yang kami kategorikan timsel cacat itu. Oleh karenanya, kami merekomendasikan kepada bawaslu sultra untuk menganulir Surat Keputusan pembentukan Timsel dan produk yang dihasilkan yang kami tengarai sebagai produk cacat dan atau memecat/memberhentikan untuk sementara waktu anggota tim seleksi yang terindikasi mengingkari sikap integritas sebagai salah satu syarat utama untuk menjadi anggota timsel sebagaimana hasil monitoring puspaham yang disampaikan ke publik. Apabila dua atau salah satu dari kedua alternatif diatas bisa dijalankan, saya kira persepsi bawaslu sultra “dibajak” kelompok tertentu dapat digugurkan sendiri oleh masyarakat.
Kami mendorong agar ketiga komisioner melepaskan ego kelompok dan pribadi masing-masing, dan juga supaya intervensi dan konflik kepentingan antara bawaslu, timsel, dan peserta tidak terjadi. Agar pesan ini dapat dipertimbangkan lagi oleh bawaslu sultra. Puspaham juga menantang keras bawaslu sultra untuk segera mengklarifikasi perihal dua anggota timsel yang dinilai bermasalah itu didepan khalayak ramai. Karena, sudah dua minggu seleksi ini bergulir tak satupun komisioner yang angkat bicara. Entah itu karena para komisoner telah ’disumbat’ atau memang sudah tidak cakap lagi, namun pertanyaan diatas sangat bergantung pada jawaban jujur dan transparan para komisoner nanti. Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki kondisi ini. Sekarang atau tidak sama sekali.
Share on Google Plus

About yoshasrul

    Blogger Comment
    Facebook Comment