50 Milliar Disiapkan Untuk Pelestarian Kawasan Wallacea


Gorontalo, salah salah bagian dari kawasan Wallacea yang kaya akan keaneragaman hayati seperti anoa dan maleo. Foto : BI/Eko P Ramadan.

JAKARTA, SULTRANEWS- Kawasan Wallacea yang kaya akan keanekaragaman hayati khas yang tidak dijumpai di tempat lain, namun terancam punah kini mendapat perhatian dari  The Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) atau Dana Kemitraan Ekosistem.
 
Lembaga tersebut menyiapkan dana hibah senilai USD 5-juta (setara Rp50-miliar) untuk aksi penyalamatan kawasan Wallacea meliputi kepulauan nusantara di sebelah timur Bali hingga sebelah barat Papua (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara) serta Timor-Leste.
“Wallacea memiliki keragaman hayati luar biasa yang perlu dilestarikan. Sayangnya, investasi untuk konservasi di kawasan ini masih kalah jauh dibanding kawasan lain di Indonesia, misalnya Sumatera dan Kalimantan,” tutur Agus Budi Utomo, Direktur Eksekutif Burung Indonesia melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com
Burung Indonesia merupakan organisasi yang bertindak sebagai koordinator konsorsium tim penyusun profil kawasan Wallacea. Tim penyusun profil juga berasal dari organisasi Wildlife Conservation Society, BirdLife International, Samdhana Institute, dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. 
Menurut informasi yang diperoleh Beritalingkungan.com, terhitung sejak 1 Juni 2013, CEPF memulai penyusunan profil  ekosistem untuk kawasan Wallacea.  Profil ekosistem akan menunjukkan wilayah prioritas untuk aksi penyelamatan, sekaligus menjadi pedoman bagi CEPF dalam mengucurkan dana hibah senilai Rp 50-miliar selama lima tahun mendatang.
Hibah tersebut akan diberikan kepada organisasi non-pemerintah untuk mendukung upaya-upaya konservasi di wilayah Wallacea.

“CEPF memberikan kucuran dana dan bantuan teknis bagi organisasi non-pemerintah seperti organisasi nirlaba, institusi pendidikan, dan sektor swasta, untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistem yang sehat, sebagai komponen penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat,” ujar Daniel Rothberg, grant director for region CEPF .
CEPF merupakan inisiatif kerjasama l'Agence Française de Développement, Conservation International, the European Union, the Global Environment Facility, the Government of Japan, the MacArthur Foundation dan World Bank. Salah satu tujuan CEPF adalah untuk mendorong agar masyarakat luas terlibat dalam konservasi keanekaragaman hayati.
Strategi CEPF difokuskan pada konservasi spesies yang terancam secara global, kawasan-kawasan prioritas, dan koridor konservasi—daerah yang menghubungkan habitat-habitat kunci tumbuhan dan hewan. Melalui dukungannya, CEPF juga berharap dapat memberi sumbangsih pada pengentasan kemiskinan dan pengembangan ekonomi masyarakat.
Kawasan Wallacea dipilih dalam program ini karena kaya keragaman hayati. Namun, keragaman hayati tersebut terancam pengrusakan, pemanfaatan berlebihan, dan invasi jenis-jenis asing. Wallacea juga terkenal dengan jenis-jenis endemis alias khas yang tidak dijumpai di tempat lain, tetapi sebagian di antaranya telah masuk dalam daftar jenis terancam punah World Conservation Union (IUCN).
Menurut Agus, program CEPF akan membawa tambahan pendanaan yang sangat dibutuhkan, dan profil ekosistem yang dikembangkan akan memastikan bahwa dukungan tersebut digunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang paling mendesak dan penting.
Penyusunan profil akan selesai sebelum pertengahan 2014. Selama eman bulan ke depan, tim akan mengkaji aspek sosial, ekonomi, serta ekologi kawasan di Wallacea, yang mencakup wilayah daratan maupun perairan laut dekat pantai. Uniknya, proses ini menggabungkan hasil analisis ilmiah dengan pengetahuan dan aspirasi masyarakat. CEPF sangat mendorong keikutsertaan masyarakat setempat, pemerintah daerah, dan segenap pihak yang dapat menyumbang data mengenai wilayah ini.

Karena itu, selama penyusunan profil berjalan, masyarakat diberi kesempatan menyalurkan aspirasinya melalui website www.wallacea.org, laman facebook Profil Ekosistem Wallacea, maupun surat. Selain itu, para pemangku kepentingan diundang memberi masukan melalui workshop yang rencananya digelar pada Juli hingga September 2013. Workshop akan diadakan di beberapa daerah di Indonesia dan di Timor-Leste.
Pengumuman dimulainya proses penyusunan Profil Ekosistem ini disambut baik oleh masyarakat dan pemangku kepentingan di Wallacea. 
“Jika dilakukan dengan benar, kami berharap proyek ini dapat menjadi landasan model pembangunan yang lebih memiliki perspektif kepulauan, serta mementingkan aspek keselamatan warga maupun produktivitas dan jasa lingkungan,” kata Tjatur Kukuh, Direktur Eksekutif Santiri Foundation, salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) di kawasan timur Indonesia. (Marwan Azis).


Share on Google Plus

About Editor

    Blogger Comment
    Facebook Comment