Gorontalo, salah salah bagian dari kawasan Wallacea yang kaya akan keaneragaman hayati seperti anoa dan maleo. Foto : BI/Eko P Ramadan. |
JAKARTA, SULTRANEWS- Kawasan Wallacea yang kaya akan
keanekaragaman hayati khas yang
tidak dijumpai di tempat lain, namun terancam punah kini mendapat perhatian dari The Critical Ecosystem Partnership Fund
(CEPF) atau Dana Kemitraan Ekosistem.
“CEPF memberikan kucuran dana dan bantuan teknis bagi organisasi non-pemerintah seperti organisasi nirlaba, institusi pendidikan, dan sektor swasta, untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistem yang sehat, sebagai komponen penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat,” ujar Daniel Rothberg, grant director for region CEPF .
Lembaga tersebut menyiapkan dana hibah senilai USD
5-juta (setara Rp50-miliar) untuk
aksi penyalamatan kawasan Wallacea meliputi kepulauan nusantara di sebelah timur Bali hingga sebelah
barat Papua (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara) serta Timor-Leste.
“Wallacea memiliki keragaman hayati luar biasa yang perlu
dilestarikan. Sayangnya, investasi untuk konservasi di kawasan ini masih kalah
jauh dibanding kawasan lain di Indonesia, misalnya Sumatera dan Kalimantan,”
tutur Agus Budi Utomo, Direktur Eksekutif Burung Indonesia melalui keterangan tertulisnya yang
diterima Beritalingkungan.com.
Burung Indonesia merupakan organisasi yang bertindak
sebagai koordinator konsorsium tim penyusun profil kawasan Wallacea. Tim penyusun profil juga berasal dari organisasi
Wildlife Conservation Society, BirdLife International, Samdhana Institute, dan Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.
Menurut informasi yang diperoleh Beritalingkungan.com, terhitung sejak 1 Juni 2013, CEPF memulai penyusunan profil ekosistem untuk kawasan
Wallacea. Profil ekosistem akan menunjukkan
wilayah prioritas untuk aksi penyelamatan, sekaligus menjadi pedoman bagi CEPF
dalam mengucurkan dana hibah senilai Rp 50-miliar selama lima
tahun mendatang.
Hibah tersebut
akan diberikan kepada organisasi non-pemerintah untuk mendukung upaya-upaya
konservasi di wilayah Wallacea.
“CEPF memberikan kucuran dana dan bantuan teknis bagi organisasi non-pemerintah seperti organisasi nirlaba, institusi pendidikan, dan sektor swasta, untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistem yang sehat, sebagai komponen penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat,” ujar Daniel Rothberg, grant director for region CEPF .
CEPF merupakan inisiatif kerjasama l'Agence Française
de Développement, Conservation International, the European
Union, the Global Environment Facility, the Government
of Japan, the MacArthur Foundation dan World
Bank. Salah satu tujuan CEPF adalah
untuk mendorong agar masyarakat luas terlibat dalam konservasi keanekaragaman
hayati.
Strategi CEPF difokuskan pada konservasi spesies yang
terancam secara global, kawasan-kawasan prioritas, dan koridor konservasi—daerah
yang menghubungkan habitat-habitat kunci tumbuhan dan hewan. Melalui
dukungannya, CEPF juga berharap dapat memberi sumbangsih pada pengentasan
kemiskinan dan pengembangan ekonomi masyarakat.
Kawasan Wallacea
dipilih dalam program ini karena kaya keragaman hayati. Namun, keragaman hayati
tersebut terancam pengrusakan, pemanfaatan berlebihan, dan invasi jenis-jenis
asing. Wallacea juga terkenal dengan jenis-jenis endemis alias khas yang tidak dijumpai
di tempat lain, tetapi sebagian di antaranya telah masuk dalam daftar jenis
terancam punah World Conservation Union
(IUCN).
Menurut Agus, program
CEPF akan membawa tambahan pendanaan yang sangat dibutuhkan, dan profil ekosistem yang dikembangkan
akan memastikan bahwa dukungan tersebut digunakan untuk mengatasi
masalah-masalah yang paling mendesak dan penting.
Penyusunan profil akan selesai sebelum pertengahan 2014.
Selama eman bulan ke depan, tim akan mengkaji aspek sosial, ekonomi, serta
ekologi kawasan di Wallacea, yang mencakup wilayah daratan maupun perairan laut
dekat pantai. Uniknya, proses ini menggabungkan hasil analisis ilmiah dengan pengetahuan
dan aspirasi masyarakat. CEPF sangat mendorong keikutsertaan masyarakat
setempat, pemerintah daerah, dan segenap pihak yang dapat menyumbang data
mengenai wilayah ini.
Karena itu, selama penyusunan profil berjalan, masyarakat
diberi kesempatan menyalurkan aspirasinya melalui website www.wallacea.org, laman facebook Profil Ekosistem Wallacea, maupun surat.
Selain itu, para pemangku kepentingan diundang memberi masukan melalui workshop
yang rencananya digelar pada Juli hingga September 2013. Workshop akan diadakan
di beberapa daerah di Indonesia dan di Timor-Leste.
Pengumuman dimulainya proses penyusunan Profil Ekosistem
ini disambut baik oleh masyarakat dan pemangku kepentingan di Wallacea.
“Jika
dilakukan dengan benar, kami berharap proyek ini dapat menjadi landasan
model
pembangunan yang lebih memiliki perspektif kepulauan, serta mementingkan
aspek
keselamatan warga maupun produktivitas dan jasa lingkungan,” kata Tjatur
Kukuh, Direktur Eksekutif Santiri Foundation, salah satu lembaga
swadaya masyarakat (LSM)
di kawasan timur Indonesia. (Marwan Azis).
Blogger Comment
Facebook Comment