Ketika Social Media Menjadi Ajang Caci Maki

SUASANA hati sebagian pejabat di Sulawesi Tenggara seperti tidak tenang. Sultra yang beberapa tahun terakhir terasa adem, belakangan ini mulai hangat. Seperti ada kegaduhan politik. Komunitas cyber melalui jejaring sosial facebook tak henti menyerang beberapa pejabat Sultra. Kalau sebagian pejabat tidak tenang, itu karena jejaring sosial benar-benar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan tertentu.

Dua grup tiba-tiba muncul di facebook. Sultra Watch dan Sultra Smart. Dua-duanya mengambil nama Sultra. Satu pakai watch  di belakangnya, yang artinya kira-kira pengawas Sultra. Entah apa yang diawasi. Satunya  lagi pakai istilah  smart di belakangnya, yang artinya kira-kira Sultra yang cerdas. Apanya yang cerdas? Saya tidak munafik karena saya pun digiring masuk ke kedua grup ini.

Sayangnya, tujuan pendirian grup faktanya membuat sebagian pejabat Sultra tidak tenang. Grup yang diharapkan bisa ikut mengakselerasi pembangunan untuk kesejahteraan berubah menjadi ajang caci  dan penyaluran syahwat politik sebagian aktivis atau yang tiba-tiba menjadi aktivis menjelang digelarnya beberapa pilkada. Tipe dan katakter masing-masing membernya luar biasa beragamnya. Yang menarik ada sebagian yang menggunakan akun palsu dan nama samaran dengan identitas disembunyikan.

Akun palsu dengan identitas disembunyikan menurut saya ini tidak jujur. Nama samaran yang dipakai pun kadang mengandung pelesetan terhadap sebagian pejabat Sultra. Dengan nama samaran otomatis profile pict nya juga tidak asli. Agar menarik perhatian dipakailah foto wanita cantik, tapi ironis status dan komennya tidak menggambarkan kelembutan wanita. Member group ini makin bertambah namun sebagian juga keluar karena menyaksikan bagaimana kasarnya orang saling caci maki di sana.

Saya mendapat alasan mengapa akun palsu bebas bermain di grup ini. Katanya, biarlah orang semua menumpahkan unek-uneknya di sini dan saling membuka borok. Siapa tahu ada data valid yang bisa membongkar semua kebobrokan pemerintah, atau paling tidak ada yang bisa menjadi wetleblower untuk menjadikan parbaikan daerah. Alasan masuk akal, tapi di benak saya bagaimana bisa membongkar kebobrokan kalau si pembongkar tidak jujur dengan identitasnya. Berani menjadi westleblower berarti harusnya berani juga menampilkan identitas dirinya, Hati kecil saya ingin ada kejujuran dan berani bertanggungjawab.

Pada sebuah status terjadi saling serang head to head. Kedua member ini sudah saling ‘tikam”. Admin diam saja karena hal tersebut adalah  antarpribadi yang tidak mempengaruhi eksistensi grup. Kasus dua pribadi yang saling serang tidak bisa digeneralisasi sebagai karakter grup yang menghalalkan  pertengkaran, katanya. Policy itu sah saja, namun visualisasi yang tampak justru menggambarkan  kualitas grup ini jadi rendah akibat tidak ada sensor. Tanpa filter terhadap akun palsu dan identitas palsu, debat murahan akan saling bersahut-sahutan nanti. Member palsu akan terus membuat status dan pertengkaran murahan karena tidak memiliki sense of responsibility.  Namanya palsu ya tidak ada tanggungjawab dan hanya bikin keruh. Ini tidak sehat.

Dari segi isu, memang kebanyakan soal politik. Apalagi tahun 2012 ini persiapan beberapa daerah sudah mulai digeber. Tim sukses pun sudah mulai tampil dan membuat grup sendiri. Contoh Grup Toni-Yakama untuk Pilkada Kota Kendari. Lalu isu lain adalah lingkungan, meskipun ujung-ujungnya ke politik juga. Isu lingkungan menjadi komoditi politik, karena salah satu penyebab parahnya lingkungan adalah eksplorasi tambang dan eksploitasi taman nasional menjadi area tambang atau lainnya. Soal lingkungan mari kita konsisten, tapi jangan vis a vis menyatakan tambang yang membuat pemerintah kaya sehingga merusak lingkungan. Masalah lingkungan bukan lagi problem lokal, tapi sudah global.

Isu tambang saat ini dijadikan  komoditi politik untuk menyerang oknum. Padahal masalah tambang sudah ada sejak lama. Tambang merusak lingkungan juga sudah lama. Tidak hanya saat booming tambang Sultra sekarang ini. Kuasa Pertambangan hanyalah mengatur penggunaannya. Gubernur Sultra jadi sasaran tembak padahal kuasa pertambangan alias KP yang dikejar-kejar banyak orang itu adalah wewenang kabupaten atau kota. Tapi karena  banyak yang minta KP ke gubernur, tidak dikasi, gubernur lagi yang salah. Otonomi daerah terkonsentrasi di kabupaten/kota mungkin perlu disosialisasikan lagi.

Ada satu yang membuat meradang juga.  Betapa mudahnya member mengupload foto-foto yang menyerang pribadi. Ini seperti tadi, kebanyak diupload oleh si identitas palsu. Jadi kalau ada yang ribut soal foto-foto editan, bukan soal siapa yang mengedit tapi siapa yang mengupload. Admin tidak bisa berbuat banyak, karena sikap admin sudah jelas,  tidak berani memfilter anasir-anasir yang bisa meruntuhkan kualitas grup ini.

Dua tiga bulan kedepan grup ini akan makin ramai. Tiga  pilkada akan digelar tahun ini. Kota Kendari, Kolaka Utara dan pilkada ulang Buton.  Tahun depan akan lebih menarik lagi karena  Buhari Matta akan selesai, Konawe akan berakhir dan Pilgub akan digelar dengan intensitas politik tinggi. Dua grup ini sekarang saja sudah menjadi ajang kampanye. Lihat tim sukses Buhari, sudah promosi kelewat amat. Itulah protipe tim sukses sekarang. Tim Buhari mensosialisasikan jagonya tanpa cela. Buhari digambarkan manusia tanpa dosa, padahal DPP PPP masih memantau  kasus tersangka sang bupati ini.

Lihat pula tim lain. Tidak terang-terangan tapi sudah melakukan test case dengan pura-pura mengungkap hasil survei. Semua terbaca di dua grup facebook ini. Fenomena Golkar menarik, mana ada Ridwan BAR mau mundur untuk memberi peluang kepada Laode Ida? Pencoretan Ali Mazi hanyalah komporan Ridwan ke DPP Golkar. Iya sih Golkar mewanti kadernya yang ada di Nasdem untuk keluar. Kalau tidak keluar akan dicoret dari partai. Intrik  internal itu biasa.

Grup  dengan 12.000 lebih anggota tentu sangat menarik untuk dijadikan ajang sosialisasi dan aktulisasi diri  untuk menjadi kepala daerah.  Saya pernah membuat status mempertanyakan 9 wakil rakyat yang tidak ada suaranya, kecuali Laode Ida.

Dari 5 wakil rakyat di DPR dan 4 di DPD hanya dua yang masuk member di grup ini. Saya pun mempertanyakan apa kontribusi mereka terhadap daerah kalau berinteraksi saja dengan warga Sultra di jejaring sosial tidak ada.

Diskusinya ramai, tapi ujung-ujungnya saya kena semprot seolah saya timnya Laode Ida. Saya pun dicibiri oleh staf salah seorang wakil rakyat itu. Dia tidak tahu siapa saya, tapi saya maklum saat itu euforia politik di facebook luar biasa menggebu-gebunya.

Kini sejumlah pejabat di Sultra akan terus meradang karena komunitas cyber melalui jejaring sosial ini tetap pada visinya untuk mempertahankan kebebasan orang beropini. Apalagi akun palsu dan identitas palsu makin  bebas masuk. Yang aneh, akun dan idenitas palsu bebas bersuara, sementara link westite untuk ditayangkan di wall diharamkan. Rasanya tidak fair, karena potensi keributan justru bukan karena tayangan web di wall yang jelas sumbernya, tapi kebebasan member yang tak terbatas itulah yang bisa memicu konflik besar di sosial media. Konflik ini bisa terseret ke dunia nyata melalui UU Informasi dan Transaksi Elektronik.

Memang pengaruh opini dari sosial media tidak begitu signifikan. Mungkin karena itu pula pemerintah atau pejabat tidak perlu menanggapi sebagian oponi negatif itu, walau sebenarnya membuat tidak tenang. Meski begitu, opini yang dibangun oleh 12-an ribu member dan aktif berdiskusi di dalamnya tentu lambat laun akan sangat terasa. Apalagi, facebook adalah jejaring sosial yang sangat populer hingga sampai ke pelosok daerah.

Di situs pertemanan ini banyak yang bisa dilakukan. Kalau tidak main game ya bercanda dengan teman-teman dari stat status ke status lain. Ada imbox dan chat lagi. Kalau gak bercanda, ya bisa dengan mengupload foto atau share link ke website lain untuk dipajang di wall sendiri. Mereka yang syahwat politiknya tinggi, ini bisa menjadi ajang kampanye sosialisasi. Arsyad Abdullah memanfaatkan betul untuk Buhari Matta. Murah meriah katanya. Opini yang dibangun 12-an ribu member, sekali lagi, jangan dianggap enteng. Namun, media sosial seperti ini tetaplah butuh tanggungjawab sosial juga.       

Untuk  diketahui, tidak ada maksud lain menulis catatan ini, kecuali ingin mendorong semua pihak untuk berani tampil jujur sekaligus berani bertanggungjawab. Krisis kejujuran dan tanggungjawab seperti sudah melanda daerah ini.(Syahrir Lantoni)

).
Share on Google Plus

About Redaksi

    Blogger Comment
    Facebook Comment