Nelayan di Desa Tambeanga menggunakan perahu sampan mengangkut hasil bumi mereka. foto: yoshasrul/sultranews |
KONSEL, SULTRANEWS-Desa-desa di Kecamatan Laonti
memang unik, wilayah dusun agak terpisah jauh oleh lautan. Bila berurusan ke
desa, sebagian penduduk dusun terpaksa harus naik perahu. Begitu pula anak-anak
desa harus bersusah payah mengayuh sampan ke sekolah, sebab. gedung sekolah
berada tepat di pusat desa.
Saya berkali-kali berkunjung
ke wilayah pesisir. Salah satunya di Desa Tambeanga. Secara admintratif desa ini
masuk di wilayah Kecamatan Laonti. Posisi desa agak jauh menjorok ke dalam,
membentuk sebuah tanjung, sehingga saat musim ombak Tambenga relative
terlindungi dari badai, karena sepanjang wilayah desa terlindung oleh
pulau-pulau kecil di kedua sisinya.
Sesuai statistik, Desa Tambenga
berpenduduk kurang lebih 400 jiwa. Hampir 70 persen ekonomi warganya bergantung
pada laut. Maklum penduduknya adalah bermata pencaharian sebagai nelayan.
Selain itu penduduk desa tambeanga mengandalkan
hidup dari budidaya rumput laut. Tak heran seluruh perairan laut desa ditutupi
oleh jarring rumput laut, sehingga sedikit menyulitkan armada transportasi laut
melintasi desa ini.
Di desa ini juga
sebenarnya tumbuh subur lahan perkebunan cengkeh dan kelapa. Sebagain
penduduknya mengenal cara bercocok tanam dengan baik. Meski tak signifikan
hasil, tapi komoditi cengkeh dan kelapa cukup membantu tambahan ekonomi
masyarakat setempat.
Desa tambeanga sendiri cukup
ramai di banding desa-desa lain disepanjang pesisir Kecamatan Laonti. Sarana
pendidikan seperti gedung SD, SMP
hingga SMA dibangun Di Desa Tambenga,
sehingga tak heran desa yang berdiri sejak 1970 ini menjadi daerah tujuan
karena banyak dari warga desa lain, seperti woru-woru, terpaksa ke Desa
Tambenga untuk bersekolah.
Posisinya yang
strategis juga menjadikan Desa Tambenga menjadi desa tujuan orang-orang dari
desa seberang, mengingat akses desa tabeanga cukup dekat dengan Kota Kendari
(sekitar 1,5 jam menggunakan kapal kayu).
Nama Tambeanga berasal
dari bahasa Tolaki yang berarti menjemput. Tak seperti kebanyakan daerah-daerah
pesisir yang didoimasi etnis bajo dan bugis, tetapi hampir sebagian besar
daerah pesisir di Kecamatan Laonti dihuni etnis Tolaki, suku terbesar di
daratan Sulawesi Tenggara. Tak heran jika berjalan-jalan ke Tabeanga maka akan
mendengarkan bahasa sehari-hari warga setempat
dengan kental menggunakan bahasa tolaki. Suku lain yang mendiami
Tambeanga adalah etnis buton khususnya tomia dan binongko dan sebagian kecil
etnis bajo. Mereka umumnya hidup berkoloni dan mendiami dusun dua desa itu. Kendati begitu, mereka telah hidup
berdampingan secara damai, bahkan sebagian warganya telah kawin mawin.
Menilik sejarah,
desa-desa pesisir Laonti menjadi pusat peradaban islam yang masuk di abad 18
seiring banyaknya pedagang-pedagang bugis. Selain melakukan jual beli, para musafir
juga menyebarkan agama Islam di warga setempat yang saat itu masih belum
menganut agama. Jadilah suasana religious desa-desa pesisir kental.
Versi lain menyebut,
jika terbentuknya koloni etnis Tolaki memdiami desa-desa pesisir tak lepas dari
sejarah hitam masa orde masa lalu, dimana sebagian penduduk daratan terpaksa
melarikan diri mengindari pecahnya perang saudara. Masa gerombolan DI/ TII
laskar yang ingin memisahkan diri dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk membetuk Negara sendiri memaksa
warga Sulawesi Tenggara di Kendari untuk mengikuti kehendak mereka, tak sedikit
dari rumah dan jiwa warga yang hilang begitu saja, menyebabkan warga tercerai
berai mencari perlindungan, termasuk melarikan diri ke daerah-daerah pesisir,.
Awalnya hanya sebuah perkampungan kecil, namun seiring waktu tekah menjadi
sebuah kampong besar dan membtuk sebuah pemerintahan desa hingga sekarang.
Kepercayaan diri
yang tinggi serta bekal sumber daya manusia yang baik, membuat Lukman piawai
dalam menjaga gawang manajemen di desanya. Kiprahnya sebagai kades
ditunjukkannya, dengan terus berjuang memperoleh program di pemerintah
kabupaten, terutama soal bantuan program pesisir.
“Semua ini demi kesejahteraan
masyarakat desa tambenga,”katanya.Terbukti di program minapolitan tahun 2012
ini, desa tambenga bersama 105 desa pesisir se konawe selatan ikut memperoleh sentuhan
kue pembanguna konawe selatan. Lukman pun menyambut antusias program Bupati
Konsel ini. (Yoshasrul)
Blogger Comment
Facebook Comment