Foto tiga raja muna terakhir yang dipajang di museum Asi Mbojo, Bima.
|
SULTRANEWS-Berbeda dengan
kerajaan-kerajaan daratan Sulawesi Tenggara (Konawe, Mekongga dan Moronene yang
diawali dengan tokoh-tokoh mitologis yang berasal dari kahyangan,
kerajaan-kerajaan kepulauan Muna, Buton dan Tiworo diawali dengan tokoh
legendaris yang keluar dari bambu.
Di muna dikenal raja pertamanya
dengan gelaran Beteno Netombula (orang yang keluar dari bambu telang). Dia
iniditemukan oleh rakyat munayang pada
waktu itu dikepalai Mieno Wamelai. Orang yang keluar dari bambu ini yang juga dikenal menurut tradisi dengan
nama Baizul Zaman atau Zul Zaman kemudian kawin dengan tokoh legendaries
lainnya yang dikenal dengan nama Tandiabe atau Sanke Palangga yang berasal dari
Luwu yaitu saudara dari Sawerigading.
Dari ungkapan tradisi Muna dapat diduga bahwa mereka telah bertemu sebelumnya di
Luwu. Dan waktu bertemu di Muna, Tandiabe sudah dalam keadaan mengandung. Juga
diberitakan Tandiabe diusir (dibuang) dari istana Raja Luwu.
Hasil perkawinan Netombula dan
Tandiabe atau Sanke Palangga menghasilkan
keturunan masing-masing bernama;
Runtu Wolou, Kilambibito dan Kaghua Bangkano Fotu (La Patola)
Runtu Wulou sendiri dalam
perjalanan hidupnya memilih kembali ke Luwu, lalu Kilambibito menikah dengan La
Singkabu (Kamokulano Tongkuno) yaitu anak dari Mieno Wamelai, sedangkan La Patola
menjadi Raja Muna ke II dengan gelar
Sugi Patola atau Kaghua Bangkano Fotu. Untuk Raja Muna ke III adalah
Sugi La Ende, kemudian Sugi Patani (Raja Muna IV), lalu Sugi Ambone (Raja Muna
V) dan Sugi Manuru sebagai Raja Muna VI.
Sugi Manuru mempunyai beberapa
orang isteri dan masing-masing mempunyai anak. Anak laki-laki Sugi Manuru dari
permaisuri menurunkan golongan Kaumu
(bangsawan) yang berhak mewarisi pemerintahan, anak perempuan dari permaisuri menjadi penurun golongan Walaka, sedangkan anak laki-laki dari
isteri menurunkan golongan Anangkolaki.
Menurut tradisi Muna permaisuri Sugi Manuru adalah Watubapala anak Ki Ajula
(putra raja Buton) dengan Warandea (putri raja Tiworo).
(Sumber informasi diambil dari buku Aneka Budaya Sulawesi Tenggara)
Blogger Comment
Facebook Comment