KONSEP, SULTRANEWS-JIKA ada yang
bertanya dari mana sayur mayur segar di wawonii diperoleh? Maka jawabanya
adalah Desa Wawo Indah. Ya, sejak desa ini terbentuk 1991 silam, stigma sebagai
desa penghasil sayur mayur ikut melekat.
Betapa tidak desa ini menyuplai sayuran terbesar sampai ke wilayah Wawonii
Barat dan Wawonii Selatan.
Di tanah desa
yang subur tumbuh aneka tanaman palawija, dari sawi, wortel, bayam, kacang
panjang, kangkung, kacang tanah, jagung dan ubi kayu. Keberadaan aneka tanaman
jangka pendek ini terbukti menjadi modal besar bagi ketahanan pangan desa dan wilayah sekitarnya.
Suharno, Sekdes
Wawo Indah mengaku Petani yang berasal dari Jawa dan Bali menjadi petani
andalan yang terkenal ulet dan paling banyak berkontribusi menanam sayuran.
“Selain sayuran segar diperdagangkan ke desa-desa terdekat dan ada pula
yang dalam jumlah besar yang disuplay ke
wilayah seperti Barat, Selatan dan ke Utara Wawonii,”kata Suharno.
Desa Wawo Indah
terletak di Kecamatan Wawonii Tengah Kabupaten Konawe Kepulauan dimana secara
administrasi, desa ini merupakan salah satu lokasi transmigrasi di Konawe
Kepulauan. Desa ini secara khusus dialokasikan sebagai pemukiman transmigrasi
yang berasal dari Jawa, Bali, Flores, Bugis dan beberapa transmigran lokal yang
berasal dari Desa Lampeapi.
Pada awal
berdirinya, desa yang menjadi wilayah monitoring LSM Komnasdesa-Sultra ini dihuni sebanyak 300 KK (Kepala Keluarga). Namun karena berbagai
alasan hampir setengah dari penduduk desa ini kembali ke daerah asal
masing-masing terutama transmigran asal Jawa. Begitu pula dengan transmigran
lokal, beberapa dari mereka pun berbondong-bondong pulang ke desa asal.
Meski demikian,
tak semua mau kembali, mengingat sulitnya lapangan pekerjaan di kampung
halaman. Berkat kesabaran dan keuletan, perlahan desa Wawo Indah menjelma
menjadi desa yang subur. Untuk memperkuat posisi petani, warga kemudian
menghimpun diri dalam asosiasi tani. Setidaknya terdapat 6 kelompok petani dan
1 kelompok nelayan yang dibentuk. Jumlah kelompok nelayan yang sedikit
menggambarkan bahwa aktivitas melaut / nelayan di desa ini sangat sedikit dan
hanya merupakan kegiatan sampingan.
Kelompok-kelompok
tani tersebut sekaligus berfungsi sebagai wadah penyaluran bantuan dari Dinas
Pertanian berupa bantuan pembibitan beberapa jenis tanaman seperti jati putih,
pala dan sengon putih pada tahun 2013 yang lalu.
Sebagai
penunjang perekonomian, di desa ini juga pernah berdiri KUD dan akhirnya bubar.
Di samping itu juga, sebagian besar ibu-ibu di desa ini aktif terlibat dalam
kegiatan bulanan PNPM yaitu Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang berjumlah 3
kelompok.
Seperti halnya
Desa Mekar Sari, komoditas utama desa Wawo Indah selain penghasil sayur matur, lebih
didominasi oleh 2 (dua) jenis tanaman palawija yaitu mete dan kelapa, dimana
hasilnya kebanyakan dipasarkan di Kota
Kendari dan kadang-kadang juga di jual kepada para penampung lokal.
Jika pasaran
komoditas adalah penampung di Kota Kendari, maka sebagian besar petani di desa
ini bekerja sama dengan juragan kapal dalam hal “bebas” ongkos muat. Para
juragan kapal akan mendapatkan persen dari petani setelah komoditas mereka
telah laku terjual.
Nicolaus, Kepala
Desa Mekar Sari yang sebelumnya juga merupakan penduduk Wawo Indah –
menjelaskan, bahwa, ada persoalan mendasar yang menganggu dan menghantui warga
selama ini, yakni masalah sengketa lahan II masyarakat Wawo Indah dengan pihak
Dinas Kehutanan. Ini disebabkan oleh kurangnya koordinasi antara BPN dengan
Dinas Kehutanan, sehingga yang terjadi adalah adanya saling klaim kepemilikan
antar kedua instansi tersebut.
“Kalau begini
kondisinya, berarti kami-kami ini, waktu mau dibawa ke sini telah ditipu,
karena lahan II di Wawo Indah sana disengketakan dengan pebisnis kayu milik
pemerintah,” kata Suyatno, Imam Desa Mekar Sari sekaligus pemilik tanah di
lahan II.
Suyatno menduga,
mungkin karena alasan itu pula sebagai orang desa memilih hengkang kembali ke
kampung halaman. “Ada sekitar 150-an orang Jawa yang memilih balik ke kampung
asal dengan berbagai alasan,”ungkapnya.
Pada prinsipnya,
hak kelola masyarakat atas tanah di Desa Wowo Indah memiliki kesamaan dengan
masyarakat di Desa Mekar Sari dalam hal kepemilikan dan luas lahan yang
diterima. Kepemilikan tanah di dua desa ini merupakan tanggung jawab
sekaligus kebijakan dari Pemda Konawe,
baik luasan lahan maupun proses sertifikasi tanah mereka.
Sejak awal
berdirinya sampai sekarang, Desa Wawo Indah sudah mengalami 5 periode
pergantian kepala desa. Kepala desa pertama dijabat oleh Masenggana (Suku
Tolaki), selanjutnya adalah Hata (Suku Tolaki), I Made Sadre (Bali), Asbullah (Jawa) menjabat 2 (dua) periode
hingga sekarang. Proses pemekaran semakin menciutkan jumlah penduduk Wawo
Indah dimana jumlah kepala keluarga yang
tersisa di desa ini adalah sebanya 74 KK yang terdiri dari beberapa etnis/suku
antara lain: Tolaki, Wawonii, Jawa, Flores, Bali dan Bugis.
Menurut
keterangan Suharno – Sekdes Wawo Indah – diketahui bahwa suku paling dominan di
desa ini adalah suku Tolaki, kemudian Flores, Jawa, Bugis dan paling sedikit
adalah etnis Bali.
Blogger Comment
Facebook Comment