![]() |
senjata api ilegal yang bebeberapa waktu lalu berhasil disita aparat kepolisan dari tangan warga. Diduga senjata-senjata api sejenis ini masih marak beredar di Sultra. foto: Yoshasrul/Sultranews.com |
Sulawesi
Tenggara menjadi lahan bisnis menggiurkan bisnis senjata api ilegal. Di pasar
gelap harga per pucuk hanya berkisar 2 sampai 5 juta rupiah, lengkap dengan
amunisi Dijamin Anda sudah bisa dar.der.dor….Berikut ulasannya..
----------------
Dahulu memiliki senjata
api sesuatu yang mustahil. Selain karena pengurusannya ribet dan mahal, juga
karena tegasnya Negara terhadap aturan kepemilikan senjata. Senjata api hanya
dimiliki aparat Negara, itu pun diseleksi ketat. Tapi jaman berubah, bisnis
gelap senjata api pun kian menjamur, Warga sipil kian gampang menenteng
senjata, layaknyaa koboi. Ironisnya pengawasan Negara pun kian longgar.
Fakta paling
mencengangkan 15 pucuk senjata yang ditemukan Polda Sulawesi Tenggara tahun
2012 menjadi bukti, bila peredaran senjata api di kalangan masyarakat sipil hingga
di daerah kini kian marak, bahkan menembus pelosok kabupaten. Berbagai jenis senjata api yang disita tersebut,
dimiliki warga sipil berbagai kalangan. Umumnya senjata yang disita dari jenis
pistol.
Meski sweeping dan
himbauan penyerahan senjata terus disuarakan polisi, namun masih saja
senjata-senjata itu beredar dan dipakai sesuka hati oknum warga. Sebutlah
peristiwa penembakan yang terjadi Rabu (12/9) pagi tadi, dimana seorang karyawan
hotel ternama di Kendari menjadi sasaran
kebrutalan pemilik senjata illegal jenis soft gun. Bak koboi, pelaku melesakkan
peluru pestolnya dan bersarang diperut korban membuat korban nyaris meregang nyawa.
Kasus ini memberi bukyti kepada kita bahwa senjata-senjata illegal masih marak
dan beredar luas di masyarakat.
Lantas darimana saja
senjata-senjata illegal itu berasal? Penelusuran Sultranews.com mendapatkan fakta
mencengangkan jika penjualan senjata diurus dengan mudah oleh orang-orang sipil
dan sebagaian lagi oknum polisi dan oknum TNI. Harga perpucuk dipasar gelap hanya berkisar
4-5 juta rupiah per pucuk untuk senjata api jenis revolver. Ada lagi jenis air
softgun yang per pucuknya hanya berharga
1-3 juta per pucuk. Umumnya perdagangan menggunakan jasa atau kurir tertentu
dan pembeliannya banyak dilakukan di Jakarta dan sejumlah daerah besar di
Indonesia, seperti Surabaya, Medan dan Makassar.
Ya, penjualan senjata sendiri dengan mudah dijumpai di Jakarta. Penjualan senjata api itu menggunakan
perantara yang tidak saling kenal, sementara para perantara hanya menawarkan
senjata api itu pada orang yang dikenalnya saja, akibatnya peredaran senjata
api itu sangat tertutup. Salah satu tempat penjualan senjata api gelap di
Jakarta adalah di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan. Dua orang yang dikenal sebagai
tukang parkir di tempat tersebut diketahui juga berprofesi sebagai perantara
penjualan senjata api gelap. Para perantara itu bertugas menggaet pembeli terutama
yang berasal dari daerah, sekaligus menawarkan harga yang diminta oleh penjual.
Bila harga yang ditawarkan cocok, maka mereka mengantarkan calon pembeli ini
kepada penjualnya.
Polisi biasanya
menegetahui asal usul senjata api ilegal dari penangkapan pelaku kemudian kita
telusuri darimana asalnya. "Senjata api ilegal ini kan dapatnya dari berbagai macam
jadi tidak hanya dari beberapa tempat," kata Rikwanto kepada wartawan di
Markas Polda Jakarta, berapa waktu silam.
Rikwanto menjelaskan
ada beberapa tempat yang menjadi penyebaran senjata ilegal, antara lain dari
wilayah-wilayah garis pantai, daerah-daerah dari bekas konflik, dan ada pula
senjata-senjata rakitan yang berasal dari home industry.
"Kalau dari hasil keterangan pelaku yang
pernah tertangkap, mereka biasanya bukan tangan pertama. Mereka biasanya dapat
dari si A yang sebelumnya di beli dari si B dan si B bisa jadi dapat dari
tempat-tempat tadi dan mereka membeli dengan harga yang berbeda," ungkap
Rikwanto.
Sampai saat ini, polisi
masih terus mendalami dan menyelidiki tempat-tempat penyebaran senjata api
ilegal tersebut. "Ini tetap akan kita cari tetapi perlu waktu yang lama
karena mereka (pelaku yang ditangkap) tidak terkait langsung dengan si pengedar
pertama senjata api itu," tandasnya.
Meningkatnya kebutuhan
senjata api ini tak lepas dari meningkatnya kejahatan di Indonesia. Para
pemesan pun berasal dari larat belakang yang berbeda-beda, ada kalangan swasta,
pejabat pemerintah, pegawai negeri sipil hingga pelaku criminal. “Saya memesan
senjata api ini semata untuk melindungi diri,”kata Az, seorang pemilik senjata
api jenis softgun di Kendari.
Az yang sudah empat tahun memegang senjata api mengaku, menerima senjata dari seseorang yang
dikenalnya, di daerah kelahirannya di Kabupaten Kolaka. “Dia seorang rekan yang
juga bekerja sebagai pekerjan swasta,”katanya tanpa menyebut pekerjaan rekannya
itu.
Bisnis sawit dan pertambangan
yang kini marak di Sulawesi Tenggara rupanya menjadi pemicu meningkatnya kepemilikan
senjata dengan dalih untuk melindungi diri. Awal dibukannya pertambangan emas di kabupaten Bombana pemesanan senjata api dari orang sipil
meningkat tajam. Seorang pebisnis senjata di Jakarta yang ditemuai
Sultranews.com mengaku, di tahun 2008 dalam sebulan saja belasan pucuk senjata
api dipesan khusus para bos tambang di Bombana. Ironisnya, senjata-senjata ini
lolos dari jangkauan aparat kepolisian.
Lemahnya pengawasan
kepemilikan senjata api di lokasi pertambangan tak lepas dari ‘permainan’ dan
oknum aparat dan pemilik tambang, sehingga
aparat cenderung tutup mata. Selama ini aparat kepolisian dan TNI kerap menjadi
pengawal pertambangan, baik yang diminta langsung maupun tidak langsung oleh
pemilik tambang.
AZ rupanya hanya
perantara dan pembelian senjatanya langsung dari penjual senjata api gelap di
Jakarta.
Perkenalan AZ dengan
senjata tentu bukan tanpa sengaja. Awalnya pria bertubuh pendek ini cuma iseng
dan bertanya pada seorang rekannya sesame pebisnis. Rupanya keisengan Az
berlanjut, setelah rekannya menyanggupi permintaan Az. Dan dalam tempo dua
minggu senjata yang dinginkan Az pun tiba di tangan.
Kepolisan Sulawwesi
Tenggara sendiri menegaskan tidak ada ijin bagi masyarakat sipil menyimpan
senjata api. “Kami tidak memberikan ijin kepada masyarakat untuk menyimpaan
apalagi menggunakan senjata api,”kata seorang petinggi polisi di Polda Sultra.
Kepala Divisi Hubungan
Masyarakat Polri, Inspektur Jenderal Pol Saud Usman Nasution, dalam pemberitaan
media nasional menyebutkan izin yang dikeluarkan sampai 2012 lalu dalam rangka
membela diri sebanyak 18.030 pucuk. Artinya, yang masih ada izinnya yaitu
senjata peluru tajam sebanyak 3.060 pucuk, peluru karet 9.800 pucuk, peluru gas
5.000 pucuk," Untuk tahun ini juga tidak sedikit senjata api-senjata api
yang sudah digudangkan. Penarikan itu salah satunya karena surat izin yang
sudah mati. "Digudangkan 10.910 pucuk terdiri dari senjata api peluru
tajam 1.524 pucuk, peluru karet 5.812 pucuk, dan senjata api berpeluru gas
2.863 pucuk," ujar Saud.
Saud melanjutkan, kasus
penyalahgunaan senjata api dari tahun 2009 sampai 2011 terjadi dengan beberapa
modus. Modus-modus itu antara lain seperti pencurian dengan kekerasan. "Kasus
pencurian dan kekerasan terkait senjata api sebanyak 174 kasus selama 3 tahun.
Sedang kasus penyalahgunaan senjata api sebanyak 152 kasus kemudian penemuan
senjata api 76 kasus," ujar Saud.
Izin kepemilikan
senjata api sudah diatur PP 20 tahun 1960 tentang Kewenangan Perizinan yang diberikan
mengenai senjata api kemudian dalam Undang-Undang 20 tahun 2002 tentang
Kewenangan Polri memberikan izin senpi kemudian peraturan Kapolri. TIM
Blogger Comment
Facebook Comment