KONSEL,SULTRANEWS-Rati (60 tahun) nampak sibuk. Matanya yang tua nampak serius mengamati celah kecil disetiap potongan bambu. Melalui lubang-lubang kecil itu seutas tali rotan dililit untuk mengikat setiap potongan bambu dengan sebatang kayu yang berfungsi sebagai palang agar menyatu dan kuat.
Rati pembuat rakit di Laeya. foto: yos/sultranews.com |
Ya, Sepekan belakangan hidup sebagian warga Konawe Selatan seolah kembali ke jaman bahuela. Rakit bambu tiba-tiba kembali populer sebagai moda transportasi di wilayah itu. Ini tentu bukan tanpa sebab, mengingat akses jalan darat yang selama ini menghubungkan kawasan laut Torobulu ini terputus dan sama sekali tak bisa lagi dilewati kendaraan roda empat. Jalur yang terputus berada di Kelurahan Ambalodangge. "Bukan jembatan yang rusak tetapi tanah tempat jembatan mengapit yang ambrol,"kata Mada, warga Ambalodangge.
Nah, bagi warga sekitar dan pengguna roda dua, tak ada pilihan lain selain naik rakit. Sedikitnya terdapat sepuluh buah rakit berukuran empat kali dua meter yang siap melewati arus sungai yang deras. Rakit-rakit ini digilir satu persatu mengangkut penumpang.
Warga Ambalodangge berebut rejeki di tengah musibah banjir. foto:yos/sultranews.com |
Sejak musibah melanda warga sekitar sungai Laeya benar-benar mendulang rejeki, diperkirakan seharinya setiap pemilik rakit mampu meraup uang jutaan rupiah. Sebuah biaya yang pantas dari sebuah kerja keras menantang maut di sungai deras dan dingin. Sayang sejak beroperasi banyak dari pemilik rakit tidak menjalankan ibadah puasa. Mereka bebas merokok dan minum saat bekerja.
Diperkirakan menjelang lebaran tiba nanti, pengguna rakit akan semakin meningkat, terutama para pemudik yang hendak menyeberang ke Kabupaten Muna dan Baubau. Yos
Blogger Comment
Facebook Comment