Komunitas Penulis Kendari Terbentuk

Pertemuan pendirian Komunitas Settung (20/1). Foto : Krisni Arifin Utha
Bagi warga Kendari yang punya cita-cita untuk menjadi penulis? Atau mungkin sudah punya naskah tapi tidak tahu bagaimana cara menerbitkan? Komunitas Settung bisa menjadi pilihan yang tepat untuk merealisasikan cita-cita dan ide Anda.

Komunitas ini baru saja dibentuk oleh sejumlah penulis di Kendari. Perhimpunan yang beri nama Komunitas Settung ini memiliki visi mulia “menjembati” para penulis di Kendari dan sekitarnya untuk menerbitkan karyanya dalam bentuk buku.

Ide awal pembentukan perhimpunan ini datang dari Ilham Q. Moehiddin dalam obrolan ringan dengan novelis Krisni Dinamita. Lalu gagasan ini disampaikan pada 3 penulis lainnya; Adhy Rical, Arham Kendari, dan Syaifuddin Gani.

Selanjutnya mereka mengadakan pertemuan lanjutan di Kedai Kopi Kita di Kota Kendari pada Jumat 20 Januari 2012 sekitar jam 2. Pada hari itu juga kelima penulis ini resmi menyatakan lahirnya Komunitas Settung yang didirikan oleh Krisni Dinamita (penulis, novelis) Syaifuddin Gani (penulis, penyair) Arham Kendari (penulis, novelis, desain-art), Adhy Rical (penulis, penyair, filmmaker), dan Ilham Q. Moehiddin (penulis).

Komunitas Settung berangkat dari cita-cita sederhana bahwa setiap penulis memiliki kemampuan potensial untuk maju dan menjadi bagian dari tradisi literasi Indonesia, dan bisa sebangun dan sejajar dengan daerah lain dalam memajukan literasi, sastra, ilmu pengetahuan secara umum, dan perbukuan.

Sebagai perhimpunan Komunitas Settung bergerak di bidang pelatihan kepenulisan, asistensi dan books art-desain, serta penerbitan. Penerbitan? Ya, penerbitan. Komunitas ini memang juga mendirikan sebuah penerbitan dengan nama Settung Publishing.

Penerbit ini memfokuskan diri menerbitkan buku-buku sastra dan ilmiah popular, yang sebagian besar membantu para penulis Sultra dan Kendari yang selama ini kesulitan menerbitkan karyanya dalam bentuk buku. Komunitas Settung berkeyakinan penulis harus “didekatkan” pada kesempatan untuk mempublikasikan karyanya dalam bentuk buku sebagai tujuan akhir sebuah karya literasi.

Menurut salah seorang pendiri Komunitas Settung, Ilham Q. Moehiddin, komunitas ini didirikan untuk memberi ruang berkumpul bagi kebanyakan penulis di Sultra, berbagi pengalaman kepenulisan, meningkatkan kemampuan penulis, dan menerbitkan karya para penulis dalam bentuk buku sebagai final offer on literacy.

“Komunitas Settung memilih kota Kendari sebagai lokasi pilot community. Komunitas ini juga pada saatnya nanti akan berusaha menjangkau kota lainnya di Sultra untuk memenuhi harapan berhimpun para penulis lainnya berupa pembentukan Komunitas Settung kabupaten/kota (satelitte community),”ujarnya.

Komunitas ini memilih nama “Settung”, selain karena familiar, mudah diingat dan disebut, di hampir semua daerah di Sulawesi Tenggara dan Selatan mengenal buah kecapi ini dengan nama settung. Nama buah ini awalnya digunakan oleh Ilham Q. Moehiddin untuk mengkritik dan menyentil para pejabat pemerintah yang kerap bicara ingkar, dan melupakan janji mereka pada rakyat.

Istilah ini, menurutnya, lebih sebagai metafor ironik yang menuntut siapa saja untuk sadar agar berhenti berperilaku kecut dan masam, sebagaimana yang dijelaskannya dalam Terminologi Settung : “Para Pohon Settung (person pejabat) kerap bicara soal rasa buah mereka yang katanya legit seperti durian, atau manis seperti pepaya, atau kenyal seperti rambutan. Tetapi, siapapun tahu, buah Settung itu kecut luar biasa dan akan tetap seperti itu,”jelasnya.

Menurut mantan Direktur Pemberitaan Radio Swara Alam ini, ruang kepenulisan di Sultra dalam tradisi literasi di Indonesia masih kurang mendapat perhatian. “Sebenarnya banyak sekali penulis yang potensial dan memiliki karya bagus, namun ketidak-tahuan dan lemahnya jaringan publikasi yang mereka miliki membuat karya mereka tak terekspose dengan baik,”ungkapnya.

Seraya menambahkan, para penulis dan ruang literasi Sultra harus bangkit sejajar dengan penulis di daerah lain dalam tradisi literasi lndonesia. Banyak hal yang bisa diekplorasi dan dicatat oleh para penulis muda sebagai bagian dari interaksi mereka dengan budaya Indonesia keseluruhan.

“Untuk bisa mencapai sasaran itu setiap penulis harus dapat berliterasi dan menulis dengan baik dan benar. Di ruang inilah Komunitas Settung mengajak para penulis muda untuk berhimpun, belajar bersama, mewujudkan karya bersama, dan membuktikan eksistensi kepenulisan dalam bentuk buku,”tandasnya. (Marwan Azis).
Share on Google Plus

About Editor

    Blogger Comment
    Facebook Comment