Taman Kota Kita


Sebuah artikel menarik pernah terulas dalam majalah maskapai penerbangan. Ulasan tentang taman kota di Kota New York, Amerika Serikat.


Taman yang semula menjadi lokasi pembuangan sampah warga disulap menjadi lolasi taman yang asri. Penyedia taman adalah pemerintah kota bagian New York. Mereka menyediakan layanan ekstra, memanjakan warga dengan fasilitas internet gratis, meja kursi, loker koran hingga segala jenis makanan minuman. Setidaknya setiap hari ada dua ribuan New York bertandang ke taman ini.

Kelas elit hingga menengah berbaur. Membuat perputaran bisnis di lokasi ini begitu luar biasa. Sayang taman New York hanyalah sebuah taman yang hamparannya minim pepohonan. Cahaya matahari sedikit sekali melintasi taman ini akibat terhalang hutan beton pencakar langit.
Di Indonesia ada banyak layanan taman serupa. Dibeberapa sudut Jakarta juga terdapat taman-taman seperti ini. Namun hanya sedikit pepohonan yang tumbuh sehingga terkesan sebuah taman yang tandus dan hanya dipenuhi kursi dan meja. Ada nuansa hidup bergerak menjadi perhatian pemerintah dan pebisnis di kota itu.
Tidaklah naïf jika membandingkan taman kota New York disulap di taman kota di Kendari. Apalagi pemerintah kota telah menyediakan lahan khusus plus sarana dan prasarana di lahan seluas empat hektar ini. Pemerintah kota menetapkan taman kota ini sebagai kawasan terbuka hijau.
Saban hari saya mampir ke taman kota. Mencoba memanfaatkan fasilitas yang tersedia di sana. Ada listrik gratis untuk colokan laptop. Ada meja dan kursi beton yang dibuat permanent. Ada jalan setapak yang digunakan warga untuk jogging. Hanya sayang pemilik taman belum menyediakan layanan warless untuk internetan gratis.
Beberapa mahasiswa dan anak sekolahan juga memanfaatkan lokasi ini untuk kongkow-kongkow sembari bermain facebook. Sayang lokasi ini termanfaatkan hanya saat siang hari. Pada malam hari terlihat gelap gulita.. Pemerintah kota tidak menyediakan layanan lampu penerang, hingga warga enggan mampir ke sana. Ditambah pula tak adanya menu makanan yang bisa dinikmati, dan masih menjadikan taman ini area terlarang bagi pedagang kaki lima.
Di balik kekurangan yang muncul di sana-sini, ada yang membuat taman ini memiliki ‘nilai’ lebih dari sekedar sebuah taman. Setidaknya ada seratusan pohon yang tumbuh berjarak-jarak. Dari pohon berukuran kecil hingga pohon-pohon besar dengan ragam jenis tumbuh subur. Ada Pohon mahoni (switenla mahagoni), cendana (pterocaspus indicus) dan ketapang (terminalia katapa).


Pohon-pohon besar ini telah berusia belasan tahun. Sebelum menjadi taman milik kota, taman ini dulunya milik pemerintah daerah Sulawesi Tenggara. Pohon-pohon ini ditanam di masa pemerintahan Laode Kaimoeddin, Gubernur Sulawesi Tenggara ketika itu. Bagi komunitas wartawan lingkungan, sosok Kaimoeddin memang dikenal sebagai pribadi yang peduli lingkungan. Terbukti banyak pula pohon yang sama kini tumbuh subur di lingkungan kantor gubernur Sulawes Tenggara, bahkan jumlahnya mencapai ribuan pohon tumbuh di sana.

Setidaknya saat menikmati taman kota di siang hari, taman ini cukup teduh, menghalau cahaya matahari. Kita juga disuguhkan lingkungan yang asri, dan dapat membuat orang betah duduk berlama-lama. Geliat taman kota setidaknya memberikan ruang baru bagi warga kota, termasuk orang seperti saya menikmati taman impian yang asri, yang kelak bisa dinikmati siapa saja. (Yos Hasrul)

Share on Google Plus

About Redaksi

    Blogger Comment
    Facebook Comment