Bangkitnya Musisi Lokal


Music itu adalah jalan hidup !!! Music itu adalah hobi !!! Ini dunia kami. Dunia yang bisa mendulang rejeki untuk melanjutkan hidup.   Kalimat ini juga bergema saat sejumlah musisi local berkumpul di taman kota, sebuah taman yang terletak di pusat kota kendari.


Taman ini memang terus berdenyut, seiring pembenahan infrastruktur oleh pemerintah kota. Bahkan kini, menjadi pusat pertemuan komunitas musisi local kendari. Setidaknya taman ini menjadi saksi dari hadirnya ratusan musisi di kota ini, sepakan silam.

Ya, dari taman inilah, para musisi mendeklarasikan lahirnya  Forum Musisi Kendari sebagai satu langkah menyelamatkan permusikan di tingkat local yang mulai kocar kacir akibat serbuan dan ketidak adilan para branding.

“Tujuannya  membuka mata semua pihak, untuk berpikir humanis demi kemajuan industry music  di Kendari ini. Dan yang jelas, Kami ingin agar musisi diperlakukan lebih manusiawi,”kata Yasrin Pior, salah satu deklarator musisi Kendari.

Para musisi local melihat fakta, selama ini ada perlakuan  tidak manusiawi terhadap mereka karena tidak mendapat “tempat” di kampung halaman sendiri. “Musisi dari luar (nasional) kerap diberikan tempat yang lebih baik oleh pemerintah. Ini sangat disayangkan. Pemerintah seharusnya memberikan ruang bagi musis local agar kreatifitas musis itu lebih bergairah dan bukan tidak mungkin suatu ketika kapasitas industri music local akan terbangun baik,”ujarnya.

Selama ini ada banyak pandangan miring yang memberi stigma bahwa musisi local hanya merusak selera pasar. Namun bagi para ,musisi local menepisnya. Mereka berpendapat, sesungguhnya yang merusak selera itu bukanlah para  musisi melainkan branding. Branding itu bisa bisa datang dari para pemilik produk, misalnya produk rokok yang selama ini banyak mendanai kegiatan musik. Tapi sayangnya, para branding setiap kali membuat sebuah festival music hanya memiikir bagaimana produk mereka laku dan menomorduakan nasib para musisi. Keberhasilan musisi adalah urusan yang kesekian bagi branding.

“Ketika manggung para musisi  hanya disoraki, tapi sesungguhnya mereka sangat tidak dihargai oleh branding. Sementara mereka harus diperhadapkan dengan persaingan hidup,”katanya.

Pior melihat, kondisi mengenaskan dialami pemusik local, dimana mereka diperlakukan seperti budak  oleh branding. “Seharusnya branding itu professional, mereka harus memberlakukan kontrak secara professional kepada band lokal. Selama ini sangat jarang, kalo pun ada paling satu dua band saja, setelah itu dilepas begitu saja,”kata Pior.

Seharusnya branding yang dalam hal ini diwakili perusahaan produk dan musisi itu berlaku simbiosis atau membutuhkan dalam arti profesional,”kata Pior pentolan Beber Band, yang memilih jalur music hip hop, sebuah aliran music di Amerika. 

Dibutuhkan Venue

Selain itu, Pior juga menyoroti tidak adanya venue (atau tempat pertunjukan) bagi para musisi untuk menjalankan ivent-ivent festival sebagai ajang mengekspresikan dunia mereka. Jika saja pemerintah menyediakan venue yang legal untuk musisi, maka nantinya akan ada pemberlakuan    tiket. Nah, dari harga tiket itulah bisa memberikan kekuatan baru berupa dana segar bagi musisi untuk terus berkiprah. Disini tentu saja daya dukung pemerintah dan swasta sangat diperlukan, kalo mau melihat msik sebuah industri. Tapi sayang, sekali lagi daya dukung pemerintah daerah dan industri tidak ada.

Saya teringat pertama kali band zivilia  di wawancarai crew infotaiment di televisi, tanpa malu-malu dengan bangganya Zul sang vokalis menyebut dirinya sebagai musisi asal Kendari. Sebagai penonton dan anak Kendari saya merasa bangga ada musisi local yang berkiprah di tingkat nasional. Betapa para musisi tidak lagi berjuang sendiri, melainkan berjuang untuk mengharumkan nama daerah. Potret itu tentu saja memuncul pertanyaan besar dari saya terlebih para musisi, dimana sisi penghargaan pemerintah pada musisi local kita? Ada kesan setelah musisi terkenal atau punya  nama, barulah pemerintah mengklaim itu warganya. Tapi saat susah mereka tidak peduli, memikirkan pun tidak.

Selain berhimpun dalam satu wadah, para musisi juga membentuk group diskusi melalui jejaring social facebook (fesbuk), sebuah forum para musisi local di Kendari yang dibuat demi mengakrabkan sesama musisi di sana. “Kreatif humanistik, egalitarian, support local scene,.. bersama mari kita majukan industri musik kendari...!!!!” Begitulah tagline tertulis di sebuah forum fesbuk para musisi local kendari. Dalam forum fesbuk yang memiliki anggota lebih dari 1200 orang ini terlihat beragam informasi. Beberapa komentar bisa dibaca di sana, dari yang bernada optimisme hingga bernada harapan kepada pemerintah dan branding untuk lebih memanusiawikan musisi local.

Memang kegundahan para musisi local di kendari memang sekarang saja, seperti yang banyak didikusikan di forum itu, melainkan telah bertahun-tahun, sejak anak lokal booming bermusik Tahun 1990-an silam.

Perubahan zaman dan tren bermusik di tanah air tak luput dari bahan diskusi yang segar. Pandangan-pandangan mengemuka menyebut dinamika nasional telah ikut menyeret dunia permusikan lokal sebenarnya ikut bergairah. Terbukti dengan makin maraknya musisi-musisi muda yang lahir dan berkiprah di kancah permusikan nasional. Tapi itu bukan perkara gampang karena para musisi harus berani ‘buang diri’sekaligus ‘ikat pinggang’ kuat-kuat, sebuah istilah paling sering dilontarkan para musisi rantau berhadapan dengan rimba music nasional. Memang, tak dapat dipungkiri ada banyak musisi local yang menembus pasar  music nasional, diantaranya, Save Band,  dan terakhir kelompok music Zivilia.

Pertarungan musisi daerah ke level nasional memang cukup keras, karena harus melewati berbagai rintangan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Tak sedikit pula kocek pribadi  yang dikumpul personil band selama sekian tahun dari kampung halaman digelontorkan demi menembus dapur rekaman. Ibarat berjudi para musisi harus siap  menerima konsekuensi gagal bahkan dikibuli oleh pihak label musik. Dan paling mengenaskan  keberhasilan mereka itu tanpa campur tangan pemerintah. “Seratus  persen kami berjuang sendiri, ibarat bayi lahir dan merangkak sendiri hingga kepala kami tegak,”kata seorang musisi lokal. Maka tidak heran musisi lebih banyak melirik jalur indie  label atau jalur underground karena dipandang lebih manusiawi.

Sayangnya, gairah music nasional yang menggelora tersebut, tidaklah semulus nasib para musisi local. Bahkan bisa dikatakan kini  musisi kendari berada di ‘titik nadir’ mengalami stagnasi. Sementara jumlah band local tidak bisa dipetakan, karena setiap hari ada perubahan dan lahir group-group baru yang mungkin jumlahnya ada ratusan kelompok musik. Semoga Forum Musisi Kendari bisa lebih eksis ke depan. (Yos Hasrul).

Keterangan foto : Salah satu kegiatan musisi lokal. foto: FMK.

Share on Google Plus

About Redaksi

    Blogger Comment
    Facebook Comment