* Prof Mahmud Hamundu yang Berhasil Operasi Bypass Jantung di Malaysia (2)



Dua Dokter Ahli Jantung Lain Memvonis Sama

Sepulang dari Lam Wah Ee Hospital Pulau Penang, keluarga Prof Mahmud, khususnya istri dan anaknya Didi dilanda kegundahan. Mereka tak menyangka jika suami dan ayah mereka ternyata mengidap salah satu penyakit yang mematikan. Di rumah Didi, yang awalnya selalu diwarnai suka cita dengan kedatangan ayah dan ibunya, berubah jadi suasana galau. Tapi Mahmud tampil memberi semangat istri, anak dan mantunya, bahwa semua itu adalah jalan-jalan kebaikan Allah SWT.
-----------------------------------------
Malam itu, Prof Mahmud dan anaknya Didi bergantian menerima telepon dari saudara-saudara Didi. Mereka ingin mendengar kabar perkembangan kesehatan ayahnya setelah mendapat informasi dari hasil pemeriksaan dokter di Lam Wah Ee Hospital. Tapi Mahmud selalu memberikan kabar baik kepada anak-anaknya, dan selalu meminta berdoa.

Memasuki tengah malam, seperti menjadi kebiasaannya Mahmud melaksanakan shalat malam. Dia tidak ingin larut dalam kesedihan, tetapi menyerahkan kepada yang maha kuasa sambil memohon adanya jalan keluar dan kesembuhan.

Dua hari kemudian, Mahmud tak menyia-nyiakan waktu. Ditemani istri dan Didi langsung menuju rumah sakit yang memiliki ahli jantung terkenal di Penang, Adventist Hospital yang beralamat : 465, Jalan Burma, 10350 Pulau Pinang, Malaysia. Dalam perjalanan Mahmud, rasanya ingin cepat-cepat sampai di rumah sakit agar bisa mendapatkan hasil pemeriksaan, sebagai pembanding (seccond opinion) dari hasil pemeriksaan di Lam Wah Ee.

Dari situs resmi Penang Adventist Hospital (PAH), disebutkan rumah sakit ini didirikan oleh Dr J Earl Gardner, seorang dokter berdedikasi dari Amerika Serikat. Dia datang ke Penang pada tahun 1924 dan mendirikan klinik misionaris dengan tujuan membantu orang miskin. Niat mulia Dr Gardner membawa hasil dengan berkembangnya klinik kecil itu menjadi penyedia layanan kesehatan terpercaya di kawasan Asia Tenggara. PAH unik karena merupakan rumah sakit yang bersifat nirlaba.

Begitu sampai di Adventist Hospital, Mahmud dan istrinya terkagum-kagum dengan situasi dan arsitekturnya. Berbeda jauh ketika memasuki RSCM Jakarta, yang begitu masuk sudah berhadapan dengan kesesakan dan kekumuhan. Rumah sakit ini memiliki arsitektur modern yang indah dengan didominasi warna krem dipadu dengan putih dan hijau muda. Halamannya tampak bersih dan kendaraan terparkir dengan rapi.

Mahmud langsung menuju Adventist counter, loket pengambilan tiket. Pasien sudah banyak yang antre, namun proses pelayanan yang baik tertib, antrenya tidak terlalu lama. Setelah melakukan registrasi, dengan ramah petugas kesehatan yang jaga mengantar Mahmud menuju ruang kerja dokter jantung yang direkomendasikan.

"Dan enaknya di sana saat melakukan registrasi tidak ada istilah bayar-bayar seperti di Indonesia. Pokoknya nanti setelah selesai semua proses pemeriksaan atau pengobatan baru ada pembayaran," kata Mahmud.

Sampai di ruang praktek dokter spesialis jantung, Mahmud kembali antre menunggu suster jangan memanggil giliran. Di papan nama ruang kerja tertulis nama dokternya: Dr John Edward Anderson MD, Senior Consultant Adult, Pediatric, & Congenital Cardiothoracic Surgery.

Istri Mahmud, yang setia mendampinginya terus berdoa dan berzikir saat menunggu giliran. Mahmud kemudian dipanggil suster, dengan ramah dipersilahkan masuk ke ruang kerja dokter. "Begitu sampai di ruang dokter, subhanallah, dokternya ramah dan fasih berbahasa melayu. Beliau melayani saya dengan baik," urai Mahmud.

Mahmud kemudian menjalani pemeriksaan (scan) seperti yang dilakukan dokter di Lam Wah Ee Hospital (baca: tulisan bagian pertama). Begitu tiba pada pemeriksaan organ dalam di bagian dada, cerita Mahmud, kening sang dokter sempat terlihat mengkerut, seperti dia menemukan sesuatu yang lain. Dia kemudian dengan teliti, terus mengamati dan menganalisa gambar yang ada pada layar secara seksama. Matanya hampir tak berkedip, dia begitu serius mengamati sambil sedang berpikir.

Begitu proses scaning selesai, dengan santai dan mengumar senyum, Dr Edward berkata pada Mahmud, "berdasarkan hasil pemeriksaan jaringan jantung telah mengalami penyempitan. Dua jaringan penyempitannya antara 97 dan 98 persen, sedangkan jaringan dua jaringan lain penyempitannya berkisar 40 persen".

"Saya kaget ko bisa hasil pemeriksaannya sama dengan hasil pemeriksaan di Lam Wah Ee Hospital. Saya lebih kaget lagi rekomendasinya juga sama, saya harus segera masuk opname untuk segera melakukan operasi bypass," ujar Mahmud.

Mendengar rekomendasi itu, Mahmud mengajukan usul agar dia dibolehkan dulu balik di Indonesia untuk membicarakan bersama keluarga khususnya masalah biaya operasi dan penyembuhan. Sang dokter menyampaikan hal sama pula dengan dokter di Lam Wah Ee Hospital, bahwa dia hanya bisa memberikan kesempatan paling lama sebulan, lalu juga memberikan resep obat yang sama di Lam Wah Ee Hospital. "Saya tidak beli lagi obatnya, karena saya sudah beli di Lam Wah Ee Hospital," jelasnya.

Sepulang dari pemeriksaan di Penang Adventist Hospital, Mahmud memutuskan segera pulang ke Indonesia untuk mempersiapkan biaya operasi. Dia berprinsip selagi ada peluang untuk bisa melakukan operasi dan pengobatan, maka dia berusaha walaupun harus mengorbankan biaya besar.

"Agama kan mengajarkan kita juga begitu. Memang jika kita diuji dengan penyakit maka kita selalu serahkan kepada yang maha kuasa, tetapi kita juga harus terus berupaya agar bisa mendapat kesembuhan," katanya.

Ketika kembali berada di Indonesia, yakni di Jakarta, Mahmud juga melakukan konsultasi dengan dokter ahli jantung di RS Budi Waluyo, yang kebetulan dokter tersebut masuk tim dokter kepresidenan. Mahmud mengenal dokter tersebut saat dia menjabat Komisaris PT Antam Tbk.

Dari hasil konsultasi dengan dokter tersebut sambil memperlihatkan hasil pemeriksaan pada dua rumah sakit di Penang Malaysia, dokter itu juga berkesimpulan bahwa Mahmud harus segera melakukan operasi. Mahmud sempat mempertanyakan apakah di Indonesia sudah bisa melakukan operasi bypass dan berapa biaya yang dibutuhkan dalam operasi tersebut.

Ternyata di Indonesia belum bisa melakukan operasi bypass, yang mereka mampu hanya melakukan operasi pemasangan cincin. Dari kasus seperti Prof Mahmud, akan dilakukan pemasangan cincin sebanyak 6 cincin, yakni masing satu cincin pada jaringan dengan kerusakan 40 persen, dan masing-masing dua cincin untuk jaringan yang mengalami kerusakan 97 hingga 98 persen. Itupun hasilnya baru bisa dievaluasi dua tahun kemudian pasca evaluasi.

"Aduh masa dalam tubuh saya penuh dengan cincin, apalagi selama dua tahun sebelum dilakukan evaluasi tak ada jaminan full tingkat keberhasilannya," ujarnya.

Belum lagi masalah biaya yang dibutuhkan yakni sekitar Rp 400 hingga rp 450 juta, sementara biaya untuk operasi bypass jantung di PAH hanya menghabiskan anggaran sekitar Rp 200 juta.

Dengan kondisi itu kemudian Mahmud bersama istrinya memutuskan akan melakukan operasi bypass di PAH Malaysia. Sehingga dia menyarankan istrinya Hj Murni segera pulang ke Kendari untuk mengecek sejumlah tabungan mereka yang bisa dikumpulkan dalam pembiayaan operasi. (Alex/bersambung)
Share on Google Plus

About Editor

    Blogger Comment
    Facebook Comment