Kantor Ombudsman Wilayah Sultra Didemo

Kantor Ombusman. Foto : Suarakendari.com
KENDARI, SULTRANEWS.COM -Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Wilayah Sulawesi Tenggara kembali didatangi puluhan pengunjuk rasa.

Mereka mendesak mempercepat proses hasil pemeriksaan terhadap Kepala Dinas PU yang diduga melakukan mal adminsitrasi kasus proyek  pelelangan barang dan jasa yang dilakukan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) untuk beberapa proyek konsultan dan konstruksi. Namun dalam perjalanannya, terdapat mal administrasi yang dilakukan oleh pihak ULP yang dinilai tidak sesuai prosedur.

Dalam orasinya, para pengunjuk rasa menilai ORI Sultra lamban dalam  membeberkan hasil pemeriksaan mereka atas kasus tersebut. Sejumlah spanduk dibawa  para pengunjuk rasa dengan berbagai tulisan yang menghiasi.

Ajezar Boy, yang merupakan pihak CV.Setia Jaya, mengatakan bahwa ia bersama beberapa CV lainnya telah mengikuti tender untuk pelelangan barang dan jasa yang dilakukan oleh ULP untuk beberapa proyek konsultan dan konstruksi. Namun dalam perjalanannya, terdapat mal administrasi yang dilakukan oleh pihak ULP yang dinilai tidak sesuai prosedur.

“Dalam proses lelang yang dilakukan oleh ULP, ada beberapa tahapan yang harus kami lakukan, anehnya ada CV yang tidak diundang untuk melakukan verifikasi namun ditetapkan sebagai calon pemenang tender, ini bagaimana caranya bisa seperti ini, karena kami menilai ini tidak sesuai maka kami aduhkan kepada ombudsman yang bisa melakukan klarifikasi langsung kepada yang kami laporkan agar tidak semena-mena,” kata Boy saat mendatangi Kantor Ombudsman.

Tidak hanya Ajezar Boy yang melaporkan kasus tersebut, melainkan pula CV Bela Anoa yang diwakilkan oleh Nekwan dan CV Tri Mitra Konsulindo yang diwakili oleh Tayeb Demara.

Beberapa pihak yang merasa dirugikan tersebut juga mengungkapkan bahwa Amarullah telah meminta fee kepada Tayeb sebesar 15 persen atas tender lelang yang diikutinya tersebut.

“Ini namanya intimidasi kepada kami, padahal proses lelang yang sudah dilakukan di ULP semuanya harus dilakukan secara terbuka, tidak tiba-tiba ada pemenang yang tidak diverifikasi, inikan aneh, apalagi sampai meminta fee seperti ini,” katanya.

Proses tender yang dilakukan harusnya bisa dilakukan secara terbuka, tapi sayangnya apa yang terjadi di Konkep cukup mengecewakan.

“Inikan daerah pemekaran baru harusnya semua proses administrasi yang dilakukan didalam serba terbuka bukan malah ada kongkalikong seperti ini, parahnya lagi jika seorang penjabat yang minta fee, bagaimana mau bagus pembangunan di daerah ini,” ujarnya. YOS
Share on Google Plus

About yoshasrul

    Blogger Comment
    Facebook Comment