![]() |
Salah satu proses tradisi karia di Kabupaten Wakatobi. foto: Midwan/sultranews.com |
WAKATOBI, SULTRANEWS-Sulawesi Tenggara memang kaya akan tradisi budaya masa lalu, dan hingga kini masih terus lestari. Midwan salah satu jurnalis di Kendari mencoba melihat lebih dekat dan menuangkan dalam tulisan. Berikut ulasannya.
Masyarakat di
Kecamatan Kaledupa Kabupaten Wakatobi misalnya, punya tradisi
tersendiri dalam menanamkan nilai-nilai etika moral dan spiritual terhadap anak
laki-laki dan perempuan yang mulai beranjak remaja bernama karia.
Melalui tradisi karia
setiap anak laki-laki dan perempuan yang akan melepas masa usia anak-anaknya
dan akan memasuki usia remaja dikumpul bersama dan selanjutnya diantar keliling
kampung oleh para pemangku adat dan masyarakat menuju kesebuah tempat
penobatan. Selain memberi makna spiritual tradisi ini juga menjadi ritual tiga
tahunan yang mempertemukan seluruh masyarakat didaerah itu.
Dalam tradisi
yang digelar setiap tiga tahun ini, seluruh sarahuu atau pemangku adat di
kecamatan kaledupa mulai dari wilayah barat hingga wilayah timur datang dan
berkumpul bersama untuk merayakan tradisi yang dianggap sebagai hari bergembira
dan bahagia ini. tarian tamburu menjadi pembuka tradisi ini.
Para pemangku
adat yang datang dari berbagai kampung memainkan tarian tamburu yang berbeda
pula. Pemangku adat dari wilayah timur memainkan tarian tamburu liumbosa
sedangkan dari wilayah barat memainkan tarian tamburu liukosa. kedua tarian ini
pada hakekatnya memiliki makna yang sama sebagai gambaran suka duka para
anak-anak yang mengikuti tradisi karia ini dan sebentar lagi akan memasuki masa
usia remaja.
Setelah
seluruhnya berkumpul para pemangku adat selanjutnya memanjatkan doa di dalam
masjid yang diikuti oleh para orang tua dan anak-anak yang ikut dalam tradisi
ini. Sesuai adat yang diyakini oleh masyarakat kaledupa setiap anak laki-laki
dan perempuan yang akan memasuki usia remaja diwajibkan menjalani tradisi karia
ini. biasanya tradisi karia ini berlangsung dua hari bertuturt-turut.
Hari pertama
untuk anak laki-laki dan hari berikutnya khusus anak perempuan. Tradisi ini
secara filosofis bertujuan untuk membekali anak laki-laki dan perempuan dengan
nilai-nilai etika moral dan spiritual baik statusnya sebagai seorang anak ibu
istri maupun sebagai anggota masyarakat.
Menariknya
sebelum prosesi karia ini digelar terlebih dahulu diadakan selamatan dengan
mengundang sanak keluarga kerabat dan handai taulan baik yang berada diwilayah
wakatobi maupun yang berada diluar kota. Setelah semua prosesi dilakukan
seluruh anak-anak baik laki-laki maupun perempuan kemudian diantar oleh para
pemangku adat para orang tua anak dan seluruh masyarakat dengan berjalan kaki
sepanjang lima kilometer diperkampungan menuju tempat penobatan terakhir
berbagai tradisi lainnya juga ditampilkan saat dalam perjalanan.
Selain
menyuarakan yel-yel para pemuda adat yang berada dibarisan paling depan juga
menampilkan atraksi tarian balumpa. tak hanya itu para pemangku adat juga
menggelar takbir disepanjang jalan yang diikuti dengan pembagian uang koin bagi
masyarakat yang tidak ikut dalam barisan adat ini.
Selain untuk mempertebal
nilai spiritual sang anak setelah memasuki usia remaja nanti kegiatan ini juga
untuk mendoakan sang anak agar terhindar dari bala dan malapetaka. Tingginya
animo masyarakat untuk merayakan tradisi tiga tahunan ini membuat suasana
disepanjang jalan kecamatan kaledupa disesaki oleh ribuan manusia. Bagi
masyarakat kaledupa suasana seperti inilah yang dinantikan dimana semua
masyarakat yang berasal dari seluruh penjuru berkumpul bersama dan merayakan
tradisi berbahagia ini.
Tak heran hampir
masyarakat rela berdesak-desakan saat memasuki tempat penobatan terakhir.
sebagai simbol prosesi penobatan telah dilakukan seorang pria yang telah
beranjak akil balik ditempatkan diatas sebuah kursi sambil diiringi alunan ayat
suci alqur’an dari para pemangku adat. (**)
Blogger Comment
Facebook Comment