Dana Pinjaman untuk Menerobos Percepatan


Jalan ruas Tinanggea – Kasipute yang dikerjakan dengan bantuan Australia. Jika sebelumnya jarak Kendari-Kasipute (170 km) ditempuh 4-5 jam mobil angkutan umum, maka setelah jalan itu selesai diaspal waktu tempuh sisa 2 jam. Efisiensi waktu seperti itu yang dikejar Gubernur Nur Alam.

PEMBANGUNAN di era reformasi tidak sepesat di zaman Orde Baru. Kemunduran itu mengundang pertanyaan karena dana Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara maupun Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah justru meningkat terus. APBN tahun ini misalnya mencapai sekitar Rp 1.500 trilyun. Di era Soeharto, APBN belum sampai menembus angka trilyunan. Boleh jadi dana APBN maupun APBD dimakan inflasi, disikat koruptor, dan tercecer oleh kebijakan-kebijakan inefiensi, serta biaya gonjang ganjing politik plus konflik horizontal dan vertikal. Maka aliran dana ke daerah menjadi sangat lemah sehingga pembangunan infrastruktur dan kebutuhan dasar lainnya hanya bersifat tambal sulam, bahkan mandek sama sekali.
      Dalam setiap kali melakukan kunjungan kerja ke kecamatan dan desa terpencil, Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam pusing tujuh keliling. Pasalnya, rakyat suka minta dibuatkan jalan, jembatan, irigasi, listrilk, air bersih, bibit, pupuk, dan obat pembasmi hama. Sedangkan dana APBD maupun APBN sudah terbagi habis. Kebuntuan di lapangan seperti itu membuat Nur Alam harus berpikir keras untuk mencari terobosan. Langkah yang kemudian ditempuh Gubernur Nur Alam, dan ini ditiru banyak provinsi lain adalah memanfaatkan fasilitas pinjaman yang disediakan pemerintah pusat melalui badan layanan umum Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Kementerian Keuangan. “Kita terpaksa meminjam karena APBN dan APBD tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mendesak masyarakat”, katanya dalam suatu perbincangan dengan saya di Bandara Soekarno Hatta Jakarta, awal Juni 2013.
     Gubernur Nur Alam menjelaskan, masih banyak kantong-kantong permukiman dan produksi di Sulawesi Tenggara belum terakses dengan baik ke ruas-ruas jalan nasional (jalan arteri). Keadaan itu sangat tidak menguntungkan secara ekonomis. Pertumbuhan bergerak lamban. Biaya yang dikeluarkan masyarakat dalam melakukan aktivitas sosial dan ekonomi sangat tinggi. Penggunaan waktu dalam kegiatan mobilitas tidak efisien alias boros energi dan waktu.
     Kebutuhan riil untuk pembangunan infrastruktur di Sulawesi Tenggara, memang jauh lebih besar dibanding dana yang tersedia setiap tahun, baik melalui APBN maupun APBD provinsi dan kabupaten/kota Pada kesempatan berbeda, Faisal, staf ahli Gubernur Sultra menyebutkan, Sulawesi Tenggara membutuhkan dana sekitar Rp 6 trilyun setiap tahun, untuk menerobos percepatan pembangunan di bidang infrastruktur. Sementara dana yang tersedia hanya sekitar 25 persen. Agar pembangunan bergerak lebih cepat, pemerintah provinsi tidak bisa lain harus bertindak lebih cerdas dan kreatif.
     Gubernur Nur Alam kemudian memutuskan membuka program pinjaman dengan membangun rumah sakit sebagai uji coba kredibilitas pemerintah provinsi di mata pimpinan PIP Kementerian Keuangan. Dia mendahulukan pembangunan rumah sakit karena kondisi rumah sakit provinsi yang lama sudah sangat memprihatinkan. Pengap dan sempit. Sebagian pasien ditempatkan di lorong-lorong. Kepadatan rumah sakit tersebut dipicu program kesehatan gratis yang dilaksanakan sejak Nur Alam menjabat Gubernur Sulawesi Tenggara beberapa tahun sebelumnya. Ibarat, berpenyakit kulit panu pun warga berebutan ke rumah sakit provinsi untuk mendapatkan pengobatan gratis.
     Kata berjawab gayung bersambut. Proposal pemerintah provinsi disambut hangat PIP. Maka, kehadiran sebuah rumah sakit modern di Kendari bernilai kurang lebih Rp 400 milyar terkesan seperti disulap, selesai dibangun hanya dalam waktu kurang lebih 2 tahun. Meski rumah sakit itu masih terus disempurnakan, termasuk penyediaan fasilitas penerangan listrik, air bersih, dan pemeliharaan kebersihan. Soal kekurangan di bidang pelayanan yang bersifat teknis, itu tanggung jawab pimpinan rumah sakit, bukan lagi urusan Gubernur Nur Alam. Karena itu juga menjadi catatan bagi gubernur bahwa pengangkatan pimpinan lembaga termasuk rumah sakit haruslah didasarkan atas kecakapan dan kemampuan profesional yang memadai. Sehingga dalam masalah teknis pun tidak perlu lagi gubernur harus turun tangan.
     Setelah pembangunan rumah sakit berjalan lancar dan sukses, Gubernur Nur Alam mengajukan lagi permintaan pinjaman tahap berikutnya. Sasaran penggunaannya adalah pembangunan infastruktur berupa jalan dan jembatan dalam rangka meningkatkan aksesibilitas kantong-kantong permukiman dan produksi yang selama ini masih kesulitan pelayanan angkutan dan transportasi. Gubernur telah menetapkan kawasan-kawasan unggulan yang akan segera didukung dengan pembangunan yang dananya bersumber dari pinjaman PIP.
     Kawasan prioritas tersebut meliputi Konawe Utara, Konawe Selatan, Bombana, dan Wakatobi. Masing-masing kawasan memiliki potensi unggulan. Apa unggulan Wakatobi? Kabupaten Kepulauan Tukang Besi itu merupakan daerah tujuan wisata dengan obyek Taman Laut yang telah dikelola antara lain sebagai diving resort. Lalu tambang nikel dan emas di Kabupaten Bombana. Kabupaten ini juga memiliki obyek wisata pegunungan dan budaya di Pulau Kabaena yang berlokasi di Tangkeno, Negeri di Awan. “Negeri di awan” adalah slogan (tagline) untuk mempromosikan resort wisata tersebut.
     Akhir-akhir ini ada segelintir masyarakat menyoroti kebijakan Gubernur Nur Alam perihal pinjaman tersebut. Mereka melihat sisi negatifnya pinjaman itu, sebagai beban rakyat. Anggapan itu tidak berdasar sama sekali karena tidak ada penambahan pembayaran pajak bagi masyarakat untuk mengembalikan pinjaman lunak itu. Pinjaman pemerintah pusat itu diangsur dengan pendapatan asli daerah (PAD) yang memang terus meningkat setiap tahun.
     Sebagai contoh rumah sakit provinsi. Rumah sakit ini merupakan salah satu sumber PAD dalam struktur APBD Provinsi Sulawesi Tenggara. Sebelum persetujuan pinjaman oleh PIP sebesar Rp 199 milyar, pendapatan rumah sakit itu mencapai kurang lebih Rp 30 milyar setahun. Angka itu menjadi jaminan pinjaman. Sekarang setelah menempati gedung baru dengan fasilitas pelayanan lebih canggih, pendapatan rumah sakit umum provinsi (RSUP) Bahteramas berkisar Rp 50 milyar sampai Rp 60 milyar. Dengan demikian, untuk mengangsur pinjaman dengan bunga yang hanya di bawah 10 persen setahun, bagi pemerintah provinsi tidak ada masalah.
  Ada fakta yang perlu diketahui masyarakat Sulawesi Tenggara di balik kebijakan pinjaman yang dilakukan Gubernur Nur Alam. Pemerintah pusat ternyata sangat mengapresiasi upaya cerdas gubernur ini. Respons itu diwujudkan dengan cara meningkatkan DAU (Dana Alokasi Umum) bagi APBD Sulawesi Tenggara dalam rangka kompensasi besarnya pinjaman. Jadi jika angsuran pinjaman misalnya Rp 20 milyar sementara DAU hanya Rp 100 milyar, maka DAU tersebut didongkrak menjadi Rp 120 milyar. Dengan demikian, pelunasan pinjaman sekali lagi tidak ada masalah bagi Pemprov Sultra.
     Selain menorobos percepatan, keuntungan besar yang dipetik dari kebijakan pinjaman adalah momentum efisiensi. Hampir semua proyek besar (megaproyek) dikerjakan secara bertahap sesuai ketersediaan dana pemerintah. RSUP Bahteramas, misalnya, jika dibangun bertahap hingga 5-6 tahun sangat mustahil bisa serendah itu – Rp 400 milyar – biayanya. Sebab inflasi tidak mengenal kompromi. Karena itu, laju kenaikan harga barang tidak mungkin dihentikan. Dalam situasi seperti itu kondisi kemampuan finansial daerah akan semakin terjepit. Di lain pihak, kebutuhan mendesak masyarakat dengan sendirinya akan makin lama tertunda untuk pemenuhannya.
     Faisal Alhabsi, Kepala Bidang Binamarga Dinas Pekerjaan Umum Sulawesi Tenggara tak ketinggalan menguraikan keuntungan atas program pinjaman pemerintah pusat melalui badan layanan umum PIP Kementerian Keuangan. Saat ini, biaya pengaspalan jalan provinsi bisa ditekan menjadi kurang lebih Rp 1 milyar setiap kilometer. Tetapi 5 tahun yang akan datang, biaya itu akan naik paling kurang menjadi Rp 3 milyar. Nah, dengan adanya pinjaman PIP terjadi penghematan luar biasa, dan rentang waktu beban biaya aktivitas sosial ekonomi masyarakat dapat diperpendek. (Tulisan Yamin Indas/ Wartawan Senior Sultra)

Share on Google Plus

About yoshasrul

    Blogger Comment
    Facebook Comment