Tahapan Wawancara Calon Anggota Komisi Informasi Sultra Harus Terbuka Untuk Umum




Suasana para peserta calon anggota komisi informasi publik Sultra melakukan tes. foto: SN
SULTRANEWS-Ihwal penting pembentukan Komisi Informasi Provinsi Sulawesi Tenggara adalah upaya mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas badan-badan publik di pemerintahan. Dengan bermodalkan semangat keterbukaan, maka segala sesuatu yang berkenaan dengan hak-hak asasi warga negara terhadap penyelenggaraan keterbukaan informasi, haruslah dibuka secara terang. Hak asasi terhadap askes informasi adalah keharusan dan melekat didalam hak-hak konstitusional warga masyarakat.

"Maksud utama di dorongnya pembentukan Komisi Informasi Provinsi Sulawesi Tenggara oleh Puspaham dan Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Keterbukaan Informasi (KOMASI-KIP) Sulawesi Tenggara dua tahun silam (2014), bermaksud melahirkan Komisi Informasi yang independen dan jauh dari kepentingan struktur-korup. Oleh sebab itu, KI Sultra mesti diisi oleh orang-orang yang tidak hanya cakap dalam penguasaan isu transparansi, melainkan pula pada komitmen keberpihakannya terhadap penguatan arus informasi yang selama ini menjadi common enemy bagi masyarakat utamanya bagi CSO, pers, akademisi, dan para pegiat transparansi serta pengguna informasi itu sendiri,"jelas Ahmad Iskandar koodinator LSM Puspaham Sultra.

Sebanyak dua puluh delapan calon anggota Komisi Informasi (KI) Sultra telah dinyatakan lulus tes tertulis dan akan memasuki fase wawancara. Di Fase wawancara ini, sangatlah penting diseriusi dan di awasi seluruh pihak, oleh karena kapasitas calon anggota KI Sultra dalam mengelola isu keterbukaan informasi akan mudah di verifikasi. Akan tetapi, seperti kebanyakan seleksi di beberapa komisi atau lembaga negara di daerah, tahapan wawancara selalu menggunakan ruang tertutup, tidak dapat di akses khalayak ramai. Sehingga, kompetisi yang dilahirkan cenderung bernuansa transaksional dan berbau kepentingan kelompok elit tertentu. Tak jarang, para komisioner yang dihasilkan pun bukanlah orang-orang yang benar-benar kredibel dan berpihak kepada kepentingan transparansi, publik pun disengajakan untuk tidak ikut andil memantau proses seleksi wawancara sebagai alat verifikasi faktual masyarakat.

Tim seleksi sebagai instrumen penting untuk menciptakan lahirnya komisioner yang berintegritas tinggi dan cakap dalam mengaplikasikan tatanan keterbukaan informasi, perlu memberikan akses kepada CSO, pers, akademisi, pegiat transparansi, dan masyarakat luas, untuk ikut mendengar dan melihat jalannya proses wawancara. Hal ini bermakna strategis bagi publik, karena dengan ikut hadir menyaksikan proses wawancara, publik atau masyarakat sipil dapat mengetahui dan mengukur kualitas para calon anggota KI Sultra. Dengan begitu, pemaparan visi-misi sebagai proyeksi aksi para calon angota KI Sultra di lima tahun yang akan datang, dapat dinilai oleh masyarakat selaku user keterbukaan informasi publik itu sendiri.

Berangkat dari hal diatas, Puspaham Sultra mendesak agar Tim Seleksi Komisi Informasi Provinsi Sulawesi Tenggara untuk menggelar tahapan wawancara calon anggota KI Sultra secara trasnparan dengan membuka ruang partisipasi masyarakat untuk hadir menyaksikan proses seleksi tersebut. Wawancara yang terbuka akan lebih berpengaruh bagi jalannya tahapan, karena dengan diberikannya akses publik untuk memantau proses wawancara dapat memunculkan sikap trust m

asyarakat dan berujung pada dominasi kepuasan publik atas penyelenggaraan seleksi yang timsel lakukan. Hal ini pula sebagai bentuk pengujian masyarakat terhadap timsel KI Sultra, apakah kelima orang timsel memiliki semangat juang yang sama untuk membangun keterbukaan informasi yang lebih baik sebagai modalitas utama perjuangan masyarakat terhadap potret buram struktural, ataukah malah timsel yang justru menjadi ‘pembajak informasi’ dengan menutup ruang partisipasi publik di seleksi kali ini. Tim seleksi calon anggota KI Sultra haruslah mempunyai warna yang berbeda dengan timsel di komisi atau lembaga negara lain yang selama ini cenderung menampilkan gaya abu-abu dan condong menunjukan sikap anti-keterbukaan. Timsel KI Sultra jangan meninggalkan kesan anti-transparansi kepada khalayak ramai, kesan yang buruk tersebut tentu saja akan terbawa dan melekat di profil masing-masing timsel sepanjang hayat. Sepatutnya Timsel calon anggota KI Sultra, meniru terobosan Tim Seleksi Komisi Informasi Aceh (KIA) yang menyelenggarakan tahapan wawancara, Focus Group Discussion, dan psikotes, dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat sipil.
(Rilis)
Share on Google Plus

About yoshasrul

    Blogger Comment
    Facebook Comment