Camat Legitimasi Pungli di Lokasi Bencana?

Tanah yang selama ini mengapit  jembatan sungai laeya ambrol sejauh 100 meter, membuat jalur di kawasan itu terputus total , akibatnya belasan desa  terisolir. foto: Yoshasrul/Sultranews.com 

KONSEL, SULTRANEWS-Berdalih untuk membiayai operator loader dan pembeli solar, Camat Laeya, Mustari  Renggaala yang bekerjasama dengan aparat lurah dan oknum polisi mengenakan tarif pada setiap pengguna jalan yang melewati sungai di lokasi banjir.

Jalan yang melintasi sungai laeya ini merupakan jalan darurat satu-satunya yang bisa dilalui warga. Jalan berhasil dibuat berkat bantuan alat berat milik seorang warga lokal setempat yang didedikasikan untuk warga, setelah tanah yang mengapit jembatan sungai laeya ambrol saat bencana banjir bandang melanda Kelurahan Ambalodangge, tiga pekan lalu.

Saat dikonfirmasi Mustari membenarkan adanya pungutan bagi setiap pengendara  yang melintas. Namun Ia menolak jika tindakan mengenakan bea bagi kendaraan disebut sebagai  pungutan liar.  Ia beralasan pungutan terpaksa dilakukan   untuk membiayai operator loader dan biaya membeli solar. Terus terang, Saya berutang sampai 6 juta rupiah pada pemilik alat berat, jadi apa salah kalau kita mengenakan tarif sebagai imbal jasa membangun jalan darurat ini,"ujarnya.

Apa yang dikemukakan Mustari tentu berbeda dengan yang dikemukakan pemilik loader. "Loader ini milik saya, saya  sendiri yang biayai termasuk solar dan operator semua gratis,"kata Hapsir Jaya Tamburaka.

Putra asli Ambalodangge  itu menyayangkan adanya pungutan kepada pengendara yang lewat karena dianggap cukup memberatkan warga. "Kasihan warga, mereka sudah cukup menderita akibat bencana banjir, jadi jangan lagi ditarik biaya,"ujarnya.

Di lokasi bencana terdapat tiga alat berat yang bekerja. Selain alasan biaya beli solar dan gaji operator, Mustari juga berdalih jika pungutan dilakukan atas kesepakatan bersama masyarakat setempat dan disetujui pihak DPRD. "Saat pertemuan Ketua DPRD Konsel hadir dan menyetujui adanya pungutan ini,"kata Mustari. Demikian pula unsur penegak hukum seperti kepolisian dan TNI. "Semua sudah sepakat, jadi tidak ada masalah dengan pungutan,"katanya.

Lagi pula, lanjut Mustari, nilai pungutan tak seberapa besar. "Saya kira nilai pungutan ini dalam batas wajar,"ujarnya seraya menambahkan jika pungutan yang baru berlangsung sehari itu masih diuji publik sambil melihat reaksi dari warga.  

Pungutan yang dilegitimasi camat ini, tentu tak diterima banyak pihak, terutama warga yang berada di seberang sungai yang selama tiga minggu terisolir. "Bagi kami pungutan ini sangat memberatkan. Dapat dibayangkan tiga minggu sudah kami sudah terisolir akibat putusnya jalur, mengakibatkan harga-harga kebutuhan pokok melejit,"kata Kurniawan, warga Laeya.

Warga juga mempertanyakan peran aparat negara dalam hal ini pemerintah dan kepolisian yang sedianya sebagai pelayan publik. Nah, dalam kondisi bencana seperti ini pemerintah harusnya memberikan solusi meringankan beban rakyat, bukan justeru mengambil keuntungan pribadi. TIM  
Share on Google Plus

About yoshasrul

    Blogger Comment
    Facebook Comment