Aparat Diduga Nikmati Duit dari Industri Kapal Komersil Ilegal

Lokasi pembuatan kapal ilegal di Kecamatan kolono, Kabupaten Konawe Selatan yang sudah di policeline aparat. foto: KIKI/Suarakendari.com 
KONSEL, SULTRANEWS-Aparat penegak hukum dari kepolisian dan kehutanan diduga melindungi dan membekingi kegiatan industri kapal komersil di Desa Batu Putih, Kecamatan Kolono, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Temuan itu, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Rakyat Untuk Penegak Hukum (Forak) Sultra sejak awal tahun 2014.
Kuasa hukum LSM FORAK Sultra, Andre Darmawan menyatakan, hasil investigasi warga sering menemukan oknum polisi dan petugas kehutanan mendatangi lokasi pembuatan kapal. Padahal, bahan baku untuk pembuatan kapal berkapasitas 1000 ton berasal dari kayu illegal.
“ Hasil wawancara kami dengan warga menyebutkan, mereka sering melihat oknum polisi dan petugas kehutanan untuk meminta upeti. Sementara perusahaan itu mengambil dari kawasan Hutan Lindung dan Hutan Konservasi Tanjung Peropa, tanpa izin dari pihak terkait,” ungkap Andre, Selasa (11/3/2014).
Menurutnya, LSM Forak juga telah melaporkan pelanggaran industri kapal komersil tersebut ke Polda dan Dinas Kehutanan Sulawesi Tenggara. Namun hingga kini belum diproses, sebab aktivitas industri kapal tersebut masih berlangsung.
“ Pemilik perusahaan itu dari Bulukumba, Sulsel H. Sukardi, tidak ada izin industrinya dan tak pernah membayar pajak. Sekarang Polda Sultra sudah memasang police line di lokasi pembuatan kapal tersebut, katanya sudah ada yang diperiksa,” ujarnya.
Andre menjelaskan, hasil investigasi menemukan aktivitas pembuatan kapal tersebut, telah berlangsung sekitar 4 tahun. Bahkan perusahaan memiliki areal produksi kayu dari hutan lindung dan konservasi seluas 30 ha, dengan mempekerjakan sekitar 100 orang tenaga yang berasal dari Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
“Laporan hasil investigasi yang kami sampaikan ke Polda, Dinas Kehutanan, BKSDA Sultra, bahwa aktivitas pembuatan 8 buah kapal yang berkapasitas sekitar 1000 ton, dengan bahan baku ribuan kubit kayu dari hutan lindung dan konservasi, diduga dilindungi oleh oknum aparat kepolisian Polda Sultra dan Polres Konawe Selatan serta pegawai Dinas Kehutanan setempat,” katanya.
Tak hanya menggunakan kayu ilegal, industri pembuatan kapal itu juga tidak memiliki Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).
“Telah terjadi pencemaran laut, dan merusak hutan bakau karena penggunaan bahan kimia untuk pengecetan. Ini melanggar Undang-undang Kehutanan nomor 41 Tahun 1999, pasal 50 ayat 3 dan Undang-undang 31 tahun 1999 pasal 109 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” terangnya.
Andre melanjutkan, kapal – kapal itu kemudian dijual ke luar negeri atas pesanan pengusaha dari Malaysia, dengan harga mencapai miliaran rupiah per unitnya. Pihak Dinas Kehutanan Sultra katanya, sudah mengambil dokumen dari industri kapal tersebut, namun saat dimintai untuk bertemu mereka terkesan menghindar.
“ Kami duga ada petugas kehutanan yang terlibat membuat izin aspal, karena saya kami mau konfirmasi kebenaranya mereka selalu lari-lari dan enggan bertemu. Tetapi hasil investigasi itu akan kami laporkan ke ke KPK, Kementrian Kehutanan, Mabes Polri dan BKSDA Pusat. “ tegasnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan, Informasi dan Dokumentasi (PID) Polda Sulawesi Tenggara, Kompol Dolfi Kumaseh saat dikonfirmasi mengatakan, belum menerima laporan dari penyidik yang menangani kasus dugaan tindak pidana tersebut. Pihaknya juga belum mengetahui jika sudah ada garis polisi lokasi pembuatan kapal itu.
“Kami akan sampaikan jika sudah ada laporan dari penyidik, saya belum tahu, apakah Polda Sultra atau Polres Konsel yang melakukan police line,” ucapnya singkat.KIKI
Share on Google Plus

About yoshasrul

    Blogger Comment
    Facebook Comment